Cerita Dari Surga

di dalam surga, seorang anak muda protes kepada Tuhan. Anak Muda: ya Tuhan kenapa aku kau tempatkan di surga paling rendah, sementara orang tua itu Engkau tempatkan di surga yang paling tinggi?

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 21 Maret 2013

Bagaimanakah Rasanya Kehilangan?


Bagaimanakah Rasanya Kehilangan?

Oleh : Muhammad Baran

Saya tak perlu menjelaskan seperti apa rasanya kehilangan. Anda tentu tahu seperti apa rasanya. Tergantung seberapa besar peluang kehilangan. Semua orang akan sepakat, kalau kehilangan itu rasanya tak seperti permen. Apa lagi rasanya seperti  ice cream atau biscuit coklat.

Lalu, apa itu kehilangan? Saya punya definisi sendiri tentang kata kehilangan. Kata yang paling saya hindari ini. Kehilangan adalah perpisahan selamanya. Perpisahan yang tak diinginkan. Kemungkinan besar, tak lagi kembali.

Ada banyak macam kehilangan. Kehilangan kesempatan,  kehilangan harga diri, kehilangan jabatan, ada juga kehilangan kepercayaan. Nah  yang terakhir ini terjadi  pada hampir setiap kita yang merasa  memiliki kuasa tanpa batas, akses tanpa halangan dan kemudahan tanpa rintangan.

Intinya, kehilangan berarti, kita berpisah dengan  apa yang ingin kita miliki selama mungkin atau kalau perlu, selamanya. Pada tataran yang gawat darurat, kita menghalalkan segala cara untuk mempertahankannya. Persetan dengan aturan atau norma, tak peduli dengan omongan orang.

Betapa banyak kita telah kehilangan dalam hidup yang serba cepat dan tergesa ini. Barangkali kehidupan yang serba terburu-buru inilah  menjadi salah satu pemicu, orang cepat kehilangan.  Kita lebih cepat memperoleh, dan secepat itu pula kita kehilangan.

Kalau kita kehilangan kehormatan, artinya martabat  kemanusiaan telah kita gadaikan. Begitu juga dengan kehilangan kesempatan. Kata orang, kesempatan itu hanya datang sekali.  Bila kita tidak pandai menangkap kesempatan itu,  dia akan cepat berlalu. Secepat kedipan mata.

Ada lagi satu jenis kehilangan yaitu kehilangan kepercayaan. Apa yang bisa kita perbuat bila kita kehilangan kepercayaan  dari pihak yang selama ini menaruh harap kepada kita? Mana kala kita kehilangan kepercayaan, akibatnya akan sangat fatal.

Dalam rumah  tangga, banyak suami-istri yang kehilangan kepercayaan pasangannya. Maka yang terjadi adalah jatuhnya talak tiga. Banyak anak yang kehilangan kepercayaan orangtuanya . Sebaliknya, banyak orangtua  yang kehilangan kepercayaan anaknya.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, banyak  pemimpin kehilangan kepercayaan  rakyatnya. Coba lihat realita  betapa banyak pejabat dan wakil rakyat  justru kehilangan  kepercayaan konstituennya . Setelah menjadi pejabat Negara, mereka lupa dengan janji-janjinya.

Bila dalam ranah kehidupan yang lebih besar seperti itu kita kehilangan,  maka tunggulah saatnya  kehancuran itu. Bahkan kita sendiri pun terheran-heran, tak menyangka mampu membuat kerusakan sedahsyat ini.

Saya tak perlu mengurai akibat dari  kerusakan ini. Bacalah Koran, tontonlah televisi,  atau berselancarlah di internet. Anda  akan disuguhi  berita ; pemimpin Negara yang kehilangan  kepercayaan rakyatnya.  Maka revolusi, peperangan dan kudeta terjadi di mana-mana.

Bahkan mungkin pada titik kulminasinya, kita barangkali telah kehilangan kepercayaan dari Tuhan. Bila ini terjadi, kita hanya menanti surut sumbu bom waktu datangnya hukuman. Atau mungkin tak kita sadari, Tuhan telah menjatuhkan hukuman kepada kita saat ini.

Maaf, saya tak menakut-nakuti anda. Tapi kita (saya dan anda) saling mengingatkan. Secepatnya kembali ke jalan yang semestinya. Maka prinsip “lebih cepat lebih baik” menemukan konteksnya di sini. Meski untuk itu, kita membayarnya dengan ongkos yang tak sedikit

Hidup  kita memang selalu diperhadapkan pada sekumpulan pilihan. Dan setiap pilihan selalu ada konsekuensi logisnya. Termasuk konsekuensi bakal kehilangan . Apa pun nama, jenis , dan bentuk kehilangan itu. (**)

Perempuan Labala, perempuan lamaholot (2)



Sayang Go Binek e….

Oleh: Muhammad Baran

Sayang go binek e…
Lodo pan adore mai
Welin bala rua, rae raan rokae

pada kesempatan ini, meski sangat terbatas,  izinkan saya  sedikit mengulas tentang peran perempuan lamaholot, khususnya perempuan labala, kampung halaman saya. Peran yang saya maksudkan di sini adalah peran dalam kultur social budaya dan adat sebagai masyarakat lamaholot.

Di sini saya hanya membahas eksistensi dan peran  perempuan lamaholot saat menjelang  dan  dan setelah pernikahannya dengan laki-laki yang kelak menjadi suaminya, dan mengemban tugas sebagai ibu dari anak-anaknya.

Umumnya perempuan lamaholot, termasuk perempuan labala, sebelum berkeluarga, setiap keluarga sudah membekali anak perempuannya dengan keterampilan sebagai seorang perempuan. Keterampilan ini diharapkan menjadi bekal ketika kelak anak perempuan menjadi ibu rumah tangga dalam keluarga suami.

Pai tite hama-hama
soka sele mura rame
Nawo bine tite, maso suku wuun nae


Sebagai mana adat orang lamaholot pada umumnya anak perempuan yang masih kebarek (gadis) diajarkan keterampilan biho behi (memasak), tane tenane (menenun), ola belo atau mula belo (berkebun), hewi atau hewing (menganyam) dan beberapa keterampilan yang menjadi kewajiban seorang perempuan lamaholot sebelum memasuki jenjang perkawinan.

Pekerjaan dapur yang paling utama yang diajarkan inak (ibu) kepada anaknya adalah petu wata (titi jagung). Ritual petu wata ini merupakan ritual wajib yang harus dipelajari seorang anak gadis orang lamaholot. 

Selain petu wata, keterampilan  wajib lainnya yang dibekalkan inak kepada anak perempuannya adalah keterampilan tane tenane (menenun/tenun ikat). Hasil dari keterampilan menenun adalah kewatek (sarung adat perempuan) dan Nowing (sarung adat laki-laki). Kedua keterampilan utama  yaitu petu wata dan tane tenane ini merupakan syarat mutlak  dikuasai sebelum seorang anak perempuan memasuki tahap atau jenjang kehidupan berkeluarga.

Sayang, sayang go bimek e... sayang go binek e.
gelekat suku wuun moe.
Gelekat maan sare-sare, ake maan onem kuran.


Anak perempuan orang lamaholot juga sejak dini diajarkan untuk pintar ola belo atau mula belo duli-pali (bercocok tanam) di kebun. Keterampilan bercocok tanam ini sangat penting mengingat ini merupakan salah satu pekerjaan pokok perempuan lamaholot yang umumnya di tinggal pergi kelake (suami) ketika merantau.

Begitu juga, anak perempuan lamaholot juga harus bisa hewi atau hewing (menganyam). Umumnya keterampilan menganyam ini akan menghasilkan keterampilan menganyam oho (tikar) sebagai alas tidur, Pelira atau kesali (penampih) untuk menampih beras padi atau beras jagung, dan aneka mawa (baskom) atau tempat yang digunakan untuk menyimpan hasil panen atau benih dalam jangka waktu yang panjang. Semua kerajinan anyaman ini menggunakan bahan dasar koli lolon (daun lontar) yang sudah dikeringkan.

Demikianlah beberapa keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh perempuan lamaholot sebelum mengarungi bahtera kehidupan bersama suami dan keluarga besar suku atau klan suami. Bila keterempilan dasar ini tidak dikuasai maka kemungkinan perempuan akan kewalahan dalam mengurus kehidupan rumah tangganya.

Pana gawe maan sare
Hukut kame naam ia…
Tobo napun bala, binek goe retero kae.. (**)

Senin, 18 Maret 2013

Negeri Para Maniak Gosip (2)



Negeri Para Maniak Gosip (2)

Oleh: Muhammad Baran


di negeri ini (silahkan anda menghitung) jumlah maniak gosip  barangkali jauh lebih banyak dari pada maniak narkoba, atau maniak seks. artinya, prospek masa depan  maniak gosip sangat cerah. anda mungkin bisa mempertimbangkan  untuk beralih profesi menjadi tukang gosip.

berbeda dengan para maniak narkoba atau maniak seks  yang cenderung mendapat stigma negatif dari masyarakat yang sok suci di negeri ini, maniak gosip  praktis tak menuai kecaman berarti. bahkan fatwa MUI yang mengharamkan tayangan gosip dan sejenisnya, kalah telak. fatwa ini ditentang habis-habisan oleh para maniak gosip. siapa yang bisa  mengalahkan dan mampu membungkam  kekuasaan uang dan media?

persoalan gosip, selain  soal life stile atau gaya hidup,  gosip juga menyangkut bisnis. ketika berbicara bisnis, erat kaitannya dengan kebutuhan hidup. dengan gencarnya bisnis gosip, nilai komersialisasi dari gosip bahkan menyamai (kalau enggan mengatakan melampaui) kebutuhan sandang, pangan dan papan.

kadang kita rela atap rumah dibiarkan bocor atau baju sekolah anak dibiarkan sobek asal tidak ketinggalan gosip. uang deposito di bank  nyaris terkuras habis demi mengikuti perkembangan gosip terkini.

anda tidak percaya? itu urusan anda. tapi ini beritanya: ada ibu rumah tangga yang kedapatan selingkuh  oleh suaminya setelah menonton gosip selebriti yang lagi kawin cerai.  ada seorang pemudi yang rela lari rumah orangtuanya setelah mendapat ole-ole gosip dari kekasihnya.  ada pemuda di kampung yang rela merantau ke kota tanpa bekal skill memadai, setelah menerima kiriman paket gosip dari kenalannya.

cukup? ternyata tidak. ada juga pejabat pemerintah yang kepicut menilep anggaran negara hanya untuk mencari sensasi biar menjadi objek gosip, katanya, untuk menaikkan popularitasnya. 

ah jadi maniak gosip  memang punya sensasi rasa tersendiri. masih banyak fakta lain yang membuktikan, gosip merupakan menu pokok setiap pagi masyarakat di negeri ini.

bagi anda yang merasa bukan maniak gosip (saya ragu kalau ada yang mengaku bukan maniak gosip), jangan protes dulu. saya hanya mau menunjukkan fakta supaya anda tidak asal menuduh, saya atau para maniak gosip ini sudah gila atau rada-rada aneh dan nyeleneh.

ketika anda yang merasa bukan maniak gosip menemukan terlalu banyak  penganan gosip yang dijajakan di warung atau pasar-pasar  di dusun dan kampung, atau yang berseliwerang di super market di kota-kota besar, anda tak perlu berteriak, apa lagi  marah-marah. nanti anda dikira stres atau gila.

cukuplah kalau tak suka gosip dan tak mau jadi objek gosip, anda cukup melarang keluarga, agar  tidak berlangganan  menu gosip  setiap pagi. atau jangan memberikan  anak anda  uang, untuk jajan gosip di sekolah atau di kampus. begitu juga  ingatkan istri anda, untuk tidak  menghambur uang hanya untuk berbelanja gosip.

tapi bila anda tak sanggup melarang keluarga anda, mungkin sebaiknya anda harus legawa dengan keadaan. jalan kompromi barangkali menjadi pilihan yang lebih bijak untuk melihat realita bahwa, gosip telahmenjadi bagian penting bagi masyarakat di negeri ini. hidup memeng tak nikmat rasanya tanpa bumbu-bumbu gosip. 

kita juga harus menerima kenyataan,  bahwa hidup kita sudah digempur dengan aneka jajanan gosip yang memikat mata dan mengundang selera rasa. harganya pun sudah semakin terjangkau. tak perlu anda capek-capek mencarinya. dia akan datang menawarkan diri.  langsung ke rumah anda, ke kantor, atau dimanapun tempat anda singgah.

Ah mungkin kita memang harus  lebih keras berteriak. Atau barangkali diam  mungkin  menjadi pilihan yang lebih realistis, ketika sudah tak lagi ada kewarasan. tapi antara teriak dan diam, terkadang terselip juga  banyak ketakwarasan yang samar. apa lagi hanya memilih untuk berteriak atau sebaliknya hanya diam. seperti buah simalakama. serba dilematis memang. (**)

Negeri Para Maniak Gosip (1)


Negeri Para Maniak Gosip (1)

Oleh: Muhammad Baran

anda pernah menggosip, atau paling tidak anda pernah menonton tayangan gosip di tv-tv itu kan?  ah anda jangan coba-coba mengatakan tidak. anda akan dianggap manusia primitif alias manusia prasejarah yang nyasar dzaman kini. Anda bahkan akan ditertawai karena dianggap manusia  yang tidak up to date dengan perkembangan gosip terkini di republik ini.

yah kita adalah makhluk unik di negeri yang diperintah oleh pemimpin-pemimpin yang juga unik. di negeri yang dihuni spesies  manusia langka yang nyaris punah. Manusia penggosip dan penikmat gosip yang andal.  lebih tepatnya maniak gosip.

tidak usa malu-malu. akui sajalah. dari pejabat negara, sampai  rakyat yang paling miskin di pelosok dusun, hampir semuanya punya kebiasaan dan kelihaian  menggosip. untuk yang satu ini sepertinya kita memang dikaruniai  bakat alami oleh Tuhan.

"hari gini, tidak kenal apa itu gosip? tidak tahu perkembangan gosip terkini? apa kata nenek?"  begitulah barangkali nada meremehkan  spesies manusia unik di negeri yang terlanjur  menjadikan acara gosip  sebagai menu favorit sarapan pagi dan mengidolakan  para pelaku gosip sebagai panutan hidupnya ini.

tapi biar bagai manapun gosip tetaplah gosip.  terkadang meski tanpa menggunakan menu bumbu dan resep andalan, dia selalu punya penggemar sendiri. memang selalu ada  segmentasi penikmat  terhadap apa-apa yang bisa dinikmati . misalnya, ada penikmat olahraga ada penikmat film. ada juga penikmat rokok,  penikmat narkoba, atau penikmat seks.

Anda  tidak perlu malu-malu bila termasuk salah satu diantara  kategori maniak. apa lagi sampai  marah-marah, berunjuk rasa ke kantor DPR atau lapor polisi dengan alasan pencemaran nama baik. Lagian di negeri ini masikah tersisa nama baik?

Begitu juga dengan para maniak gosip.  ada yang menyukai  rasa yang pedas bombastis.  ada jugarasa melankoli dengan drama  isak tangis. ada juga yang menyukai aneka rasa; manis, asam, asin. yang terakhir ini mungkin terpengaruh iklan permen di tv. katanya, biar lebih rame rasanya.

Ada rupa-rupa merek gosip.  ada gosip politik. gosip kehidupan  selebriti yang katanya lagi musim  kawin-cerai. ada juga gosip  rumah tangga dan masih banyak lagi ragam gosip

mereka yang punya tv dan punya uang, membuat acara sarapan gosip. kita hanyalah penonton. menonton geratis di layar tv. itu pun kalau kita punya tv. tapi dengan bakat alami yang dikaruniai Tuhan,  kita bisa meniru  mereka membuat acara gosip. Kadang  rasa gosip kita bahkan bisa bersaing dengan para pemilik acara gosip di tv itu.

tapi apakah  menjadi maniak gosip alias  pehobi gosip itu hal yang tercela? untuk menjawab "ya" atau "tidak", mari kita harus kompromi dulu kawan. kita harus duduk bersama  untuk berembuk guna  menyepakati jawabannya. (**)

Kenapa Rumah Tuhan Tak Satu Saja


Kenapa Rumah Tuhan Tak Satu Saja?*

Oleh: Muhammad Baran

Kita adalah pemilik jiwa yang hangat….

Rasa cinta kepada sesame seharusnya telah terbungkus dengan rapat. Rasa ikhlas kita, tanpa cela bernama pamrih yang bisa mendesak dan merobeknya.

Kitalah manusia  yang pernah mengecap  bahagia bagi diri sendiri dan merasa puas. Kini bahagia itu telah sampai  pada tingkat sempurna. Merasa tanpa merasa. Dimana kita juga merasa, kebahagiaan orang lain adalah juga milik kita,  begitu pula kesedihan dan kesakitan mereka.

Marilah kita bertandang ke rumah tetangga, kenalan atau siapa saja  anak manusia yang terkena musibah. Karena tuhan selalu berada di sana, dekat pada yang sakit. Si sanalah rumahnya.

Kau tahu? Ada hikmat yang harus kita persiapkan sejak kita bertolak untuk melakukan ini…

Sebuah keheningan yang maha itu, dimulai dari hati ita. Itulah sebutan lain dari doa. Setiap jengkal jarak yang kita tempuh akan dikumpulkan oleh malaikat untuk ditabur di ranjang si sakit. Memberikan mereka kekuatan.

Sakit seseorang  juga merupakan sebuah peringtan Tuhan agar kita semakin dekat kepadanya. Bukankah kita beruntung?

Mungkin kita pernah menggerutu;  kenapa rumah Tuhan tak satu saja? Ah sungguh lancing. Tak malukah kita kalau tuhan mendengarkan perkataan dan malaikat mencatatnya? Sebagai ganjaran, mungkin kelak bila waktunya tiba, kita akan tertunda di gerbang surga.  Menunggu kepastian-Nya. Kepanasan dan sendirian.
Tapi mungkin kita bisa berkilah; bekalku sudah lah cukup banyak.  Sambil menunggu gerbang di bukakan, akan kuhabiskan bekalku itu.

Tapi sudah seberapa banyak bekal kita? Apakah sebanyak yang kita pikirkan  dan perbuat? Kalai begitu, pastilah belum cukup.

Kenapa rumah Tuhan tak satu saja? Ah pertanyaan bodoh itu lagi...

Ketahuilah,  dimana si sakit berbaring, di situlah rumah-Nya. Jika Dia hanya berumah satu, tentu kau hapal jalan menuju rumah itu lalu kau akan menjadi sombong dan jauh lebih bisan dari sekarang.

Lalau bagaimana jika si sakit adalah orang yang pernah menyakiti atau mencampakan kita? Apakah kita juga mencampakannya sembari berharap; semoga Tuhan tak ada di sana?

Ah tapi bukankah dengan mengunjunginya, kita meninggikan  derajatnya pula? Bukankah dia sama saja dengan siapa pun yang tengah menderita sakit?

Maka bergegaslah ke rumahnya! Mari berdoalah untuknya. Dan ketika engkau sampai ke rumahnya  dan bertemu dengannya, pasanglah senyum  termanismu. Maka lihatlah…! Seketika rumah Tuhan terbuka. (**)

Tulisan ini Terinspirasi  dari cerpen “Rumah Tuhan” karya AK Basuki. Terbit di harian Kompas (Minggu, 10 Maret 2013)

Puisi (Ibu)


Ibu, aku anakmu

oleh: muh. baran

Dengan apa budi-jasamu kubalas tunai,
Sedang seribu bakti pun tak cukup kuhunjukkan?

Ibu, dengan apa air matamu  kusapu lunas,
sedang berjuta derma pun tak sanggup kutebus?

Ibu, bagaimana mungkin tega kau aku durhakai,
Sedang di setiap doa sujudmu namaku kau sebut selalu?

Ibu, maafkan bila ada salahku
Aku anakmu… aku anakmu.

Sabtu, 16 Maret 2013

Perempuan Labala, Perempuan Lamaholot (1)


Perempuan Labala, Perempuan Lamaholot (1)

Oleh: Muhammad Baran



Prolog

tulisan ini tak sepenuhnya utuh dan spesifik menjelaskan bagaimana eksistensi dan peran perempuan dalam adat dan budaya masyarakat lamaholot. selain karena keterbatasan pengetahuan saya, juga karena dalam menuangkan tulisan ini, saya tak melakukan penelitian (riset) mendalam dan langsung ke semua daerah flores timur dan lembata. tempat di mana orang lamaholot berdiam.

isi tulisan ini  sepenuhnya adalah pengalaman pribadi saya semata.  melihat dan mengamati langsung bagaimana kehidupan  perempuan di kampung halaman saya, Labala. terutama di tiga desa di kecamatan wulandoni yaitu, Labala Leworaja, Labala Mulankere (atakere) dan Labala Luki Pantai Harapan.

sebelum membahas tema utama sebagaimana judul tulisan ini, sekilas saya sedikit saya membahas  bagaimana peran adat istiadat dan budaya Lamaholot yang turut  membentuk perilaku dan watak atau karakter orang lamaholot, terkhusus perempuan lamaholot di labala.masyarakat labala adalah bagian dari rumpun suku bangsa lamaholot yang merupakan rumpun mayoritas di dua kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). kedua kabupaten tersebut adalah Kabupaten Flores Timur (Flotim)  yang meliputi Flotim daratan, pulau solor, pulau adonara dan Kabupaten Lembata.

di sini, saya tidak membahas masyarakat (orang) lamaholot sebagai etnis. karena menurut saya,  ketika berbicara etnis, meski sedikit banyak  berhubungan dengan adat dan kultur budaya sosial orang lamaholot, namun persoalan etnis punya cakupan yang lebih luas. setahu saya, masyarakat lamaholot termasuk dalam etnis Flores. yaitu masyarakat yang mendiami pulau flores mulai dari Kabupaten Manggarai Barat di ujung barat pulau flores, sampai Kabupaten Flores Timur di ujung paling timur pulau Flores. di sini, Kabupaten Lembata, tempat dimana orang Labala berdiam, termasuk dalam etnis Flores.

selain memiliki kesamaan adat istiadat dan budaya sosial, di Kabupaten Lembata, masyarakat Labala juga memiliki bahasa yang sama  yaitu bahasa Lamaholot (Kecuali orang kedang di pantai utara Kabupaten Lembata). perlu diketahui, bahasa Lamaholot merupakan salah satu kelompok bahasa daerah  yang populer di NTT. Bahasa lamaholot merupakan salah satu dari sekian banyak bahasa daerah di NTT dengan jumlah penutur terbanyak.

Karena sebagian besar pranata adat dan kehidupan sosial budaya orang labala memiliki kesamaan dengan sesama orang lamaholot yang lain,  maka saya menganggap (mungkin saja anggapan saya ini keliru) adat dan budaya orang labala bisa menjadi representasi adat dan budaya orang lamaholot di flores timur dan Lembata.

meski barangkali tak bisa dipungkiri, ada beberapa hal dari pranata adat dan kultur sosial orang labala  yang memiliki perbedaan  dengan orang lamaholot lainnya. entah perbedaan itu berupa dialek bahasa lamaholot, kebiasaan  pergaulan, dan juga beberapa aspek lain  yang tak bisa dipungkiri juga berbeda.

selain itu, letak geografis, atau perbedaan agama (iman) dan perkembangan  tekno logi moderen turut mempengaruhi adanya perbedaan itu.  pengaruh agama misalnya,  bisa mempengaruhi tata laksana adat istiadat yang dianggap bertentangan dengan keyakinan agama. begitu juga pengaruh gempuran teknnologi yang melunturkan nilai-nilai yang sudah dianggap sudah ketinggalan.

akan tetapi perbedaan-perbedaan  merupakan hal yang wajar manusiawi dan tak bisa dihindari. kita hanya butuh kepedulian ekstra untuk  tetap mempertahankan dan melestarikan tradisi danbudaya luhur yang kiranya masih relevan  dengan agama yang diyakini, juga kemajuan teknologi yang melesat dengan pesat.

meski demikian, masyarakat labala masih memegang kuat  tradisi adat orang lamaholot. terutama aturan tradisi kawin-mawin, pergaulan  antar sesama suku, bahkan hierarki  tata laksana  pembagian tugas  dalam persoalan agama, masyarakat masih mempertahankan aturan adat. mengenai hal ini saya tidak membahasnya di sini.

Meski agama Islam merupakan agama mayoritas masyarakat Labala, namun di labala, peran adat masih sangat kuat dalam kehidupan keseharian. Bagi masyarakat labala, adat dan agama merupakan dua sisi mata koin yang tak bisa dipisahkan. keduanya merupakan perwakilan dari urusan dunia dan akhirat.  bahkan meski badai tsunami moderenisasi telah menyusup di sela-sela kehidupan masyarakat yang berdiam di pantai selatan Kabupaten Lembata ini, namun talut adat  benteng tradisi orang labala masih terlalu tangguh  untuk dikikis oleh abrasi laut  moderenitas itu. (**)

Surat Rindu Untuk Ibu


Surat Rindu Untuk Ibu

Oleh : Muhammaad Baran

ibu, pulanglah!

Ibu, aku anakmu
Dengan apa budi-jasamu kubalas tunai,
Sedang seribu bakti pun  tak cukup kuhunjukkan?

Malam yang dingin. Langit pun cerah. Di bawah pohon jambu. Di atas balai-balai ini. Tak tahu kenapa aku rindu. Telah lewat tujuh purnama ternyata. Aku masih setia membilang hari . Adakah aku  kau rindukan juga ibu? Ibu belum juga kembali. Apakah ibu masih marah karena nakalku dulu?

Aku masih ingat ibu. Dulu, saat hendak  tidur. Sebelum mata kupejam, kau mendongeng. Kau berbagi kisah tentang kehidupan. Ada suka, juga duka. Hingga malam semakin sepi. Ketika jengkrik berhenti berisik. Semesta hening tepekur. Aku terlelap dan malam pekat pun melela.

Ibu masih ingat? Sebelum kita pisah waktu itu. Ibu bilang, kalau aku masih bandel, ibu akan pergi. Dan toh akhirnya ibu pergi juga.  Hanya tulisan di secarik kertas ibu tinggalkan di atas balai-balai ini. “Kalau anakku masih membandel,  ibu akan pergi jauh, dan tak akan kembali.”

Aku hanya bisa menangis. Menyesali kenakalanku. Tapi sudah terlambat. Kau terlanjur memilih untuk pergi. Dan entah di mana kau kini ibu.

Para tetangga kudatangi. Seisi kampung kutanyai. Tapi semua tak tahu ke mana  pergimu. Hingga putus asa aku mencari. Ah kau benar-benar pergi ibu.

Ibu, dengan apa air matamu  kusapu lunas,
sedang berjuta derma pun  tak sanggup kutebus?

Kini purnama kembali lagi.  Dan aku masih di bawah pohon jambu ini. Juga di atas balai-balai ini. Menunggumu ibu. Hanya menunggumu. Aku tak tahu ke mana harus mencarimu. Kau  masih tak juga kembali

Pulanglah ibu! Sekarang aku sudah besar. Sudah kelas enam SD. Dan sebentar lagi aku akan mengikuti ujian kelulusan.  Kata guruku, aku harus belajar giat, agar bisa buat ibu bangga.  Aku harus juara agar bisa lanjutkan sekolah seperti keinginan ibu dulu.

Aku akan belajar sungguh-sungguh ibu. Doakan aku agar lulus ujian. Oya ibu, nanti, di malam acara perpisahan dengan teman, dengan guru, juga dengan sekolahku, aku ingin ibu hadir. Biar Ibu  yang terima ijazahku.

Ibu, bagaimana mungkin tega kau aku durhakai,
Sedang di setiap doa sujudmu namaku kau sebut selalu?

Aku janji, kalau ibu pulang, aku tak lagi membandel. Tak lagi ibu. Aku juga tak akan membuatmu menangis lagi. Sungguh. 

Ibu, pulanglah! Aku rindu. Titip salam rinduku untukmu ibu. Dari aku anakmu, yang menyesal pernah membuatmu menangis. Dan berjanji tak akan mengulanginya lagi.

Ibu, maafkan aku bila ada salahku
Aku anakmu… aku anakmu


Ttd
HambaMoehammad
Tanah Air Beta, 18 Maret 2013
Ketika purnama datang lagi, di langit kampung kita…


Generasi Social Media


Generasi Social Media

oleh : Muhammad Baran

Dunia (alam semesta) kita semakin tua, kata orang-orang. Entah sudah berapa  miliar tahun umur semesta sejak awal diciptakan. Para ilmuwan pun berspekulasi, berapa kira-kira  umur dunia yang menurut perkiraan mereka,  berawal dari peristiwa big bang itu.

Tapi sekarang kita memasuki era baru. Sebagian orang menyebutnya, era digital, sebagian lagi menyebutnya era kedigdayaan informasi. Dan masih banyak lagi sebutan untuk menggambarkan zaman yang menuntut seseorang untuk selalu meng-up to date informasi setiap hari agar tak sampai dianggap ketinggalan.

Tapi saya lebih suka menyebutnya dengan  era media sosial (social media). Saya menganggap, generasi kita sekarang adalah generasi yang hidup bergantung kepada media social untuk melakukan komunikasi dan bersosialisasi. Di mana nyaris  tak lagi ada sekat antara urusan privasi dengan urusan public.

Generasi media social adalah generasi  yang merasa sah-sah saja urusan pribadinya sendiri diketahui orang banyak. Di sini, ada rasa kebanggaan tersendiri. Tanpa risih dan rasa malu. Atau sepertinya kata “malu’ memang sudah terlalu purba dan ketinggalan zaman, maka sebaiknya dicopot saja dari perbendaharaan kamus berbahasa kita.

Saya curiga, jangan-jangan manusia di zaman kita ini sudah tak bisa lagi membeda antara urusan privasi yang menjadi hal yang rahasia, dengan urusan publik yang  boleh menjadi bahan kunsumsi khalayak. Atau jangan-jangan pula, generasi kita saat ini adalah model generasi baru yang sudah diformat oleh kemauan dan keinginan zaman, dimana persoalan privasi bisa menjadi konsumsi public selama itu bernilai komersial.

Maksud saya, selama persoalan atau urusan personal yang sangat pribadi bisa mendatangkan keuntungan materi dan ketenaran, maka sah-sah saja mereka mengeksploitasi diri, atau menawarkan diri untuk menjadi objek ekploitasi pihak lain asalkan asyiknya ramai-ramai. Ah Ini hanya sekadar kecurigaan. Bisa saja saya keliru menaruh curiga.

Cobalah kita tengok sekarang, ketika kesadaran ruang privat  makin tinggi,  media social yang merupakan produk kemajuan justru bagaikan kompensasi lebay atas pembatasan diri  di ruang public yang serba konpleks.

Di sini, sebagai mana kata para pengamat media,  media social bukan untuk kepentingan social, melainkan kepentingan personal. Media social  telah menjadi “The personal is political”. Media social telah menjadi arena pribadi untuk mensosialisasikan ke-egoam diri.

Cobalah tengok aneka obrolan dan kabar berita  di dunia maya terkhusus  media social seperti facebook, twitter dan sebangsanya.  Kita lebih banyak disuguhi informasi  yang sebenarnya adalah persoalan  yang amat sangat pribadi.

Mulai dar urusan rumah tangga yang berantakan,  asmara yang bertepuk sebelah tangan, sampai kepada aneka caci maki yang kasar,. Semua  terpampang  dengan jelas. Lagi-lagi tanpa risih dan rasa malu.

Tapi inilah dunia kita sekarang. Dunia yang tak lagi menggunakan sekat.  Tak ada lagi areal rahasia. Tirai yang selama ini digunakan  untuk melindungi sesuatu yang dianggap tabu, telah tersingkap tanpa sisa. Semua orang bebas melihat dan memberi nilai (harga).

Maka anda yang berlagak sok suci, jangan pernah coba-coba melarang, apa lagi marah-mara, bila ada orang yang mengumbar rahasia pribadinya, di media sosial. Selain anda memang tak punya wewenang melarang, anda akan di cap sebagai manusia primitive, yang terlambat meng-up to date informasi.

Dunia kita barangkali memang sudah tua. Saking tuanya, sehingga pandangannya memang benar-benar sudah merabun. Dia tak bisa lagi membeda yang privasi dengan yang public. Semua ukuran dan standar nilai sudah diformat baku. Semuanya  menjadi relative. Sementara yang mutlak  benar-benar  sudah terlanjur jauh dan tak bisa lagi dijangkau. (**)

Selasa, 12 Maret 2013

Andai Tuhan Jadi Menteri Agama


Andai Tuhan Jadi Menteri Agama

Oleh : Muhammad Baran

Bicara soal agama, saya jadi teringat pernah baca entah dimana dialog antara suami-istri;
Istri : Kalau Tuhan jadi menteri agama, hidup jadi tenang kali ya Pak?
Suami : Tuhan itu kan tak beragama. Manusianya saja yang mencipta-ciptakan agama.

Dialog di atas mungkin adalah sentilan atas realita perilaku hidup beragama kita. Hidup yang tak sepenuhnya dinikmati dengan kebersamaan sembari berpejam mata. Kebersamaan yang dengannya semangat toleransi dirajut dengan benang-benang kasih sayang kepada sesama.

Di tengah gejolak perbedaan-apapun jenis dan bentuk perbedaan-yang kerap mengusik ketentraman bersama,  agama semestinya hadir menjadi penengah, melakukan langkah rekonsiliasi, dan upaya menyatukan aneka beda dalam sebuah bingkai kebersamaan. Beda yang yang kerap dijadikan  dalih bahwa sesuatu yang berbeda selamanya tak bisa menyatu dengan beda yang lain untuk menjadi ornanamen indah sebuah bingkai lukisan kebersamaan.

Sayangnya agama kini hanya dijadikan benteng dan tombak. Dijadikan benteng sebagai tameng membela dan mempertahankan kebenaran sekterian (kolompok). Dijadikan tombak dikala iman dan sariat agama diklaim sebagai otoritas kelompoknya, yang tak boleh diganggu gugat oleh kelompok lain. Mereka yang tak diberi mandat Tuhan untuk menafsirkan hukum, haram memberi fatwa.

Di sini, ada ironi. Agama tak ditampakkan dengan wajah yang anggun penuh pesona, penuh damai. Agama  malah ditampakkan dengan wajah yang teramat angker, ganas dan bengis untuk menakut-nakuti mereka yang dianggap tak loyal, tak legawa,  terhadap tafsiran mereka yang merasa mamanggul mandat Tuhan itu.  Agama juga hanya menjadi tameng dikala terdesak, kalah oleh tafsiran kelompok lain  yang dianggap mengancam eksistensi mereka.

Sampai di sini-sengaja atau tidak-ketika agama hanya dijadikan alat  bedah melakukan malpraktik kebenaran, selamanya agama tak mampu menjalankan fungsi-fungsinya. Akibatnya, serta merta nilai-nilai agama dijauhi. Maka jangan heran bila apapun tafsiran  yang disodorkan agama, akan diacuhkan. Toh agama hanyalah jalan menuju Tuhan yang sama kita imani.

Sekiranya agama tak lagi menjadi pilihan jalan, atau cenderung diabaikan, bukan berarti agama tak lagi Up to date dengan perkembangan zaman. Hanya mungkin pesan moral agama tak cukup optimal di dakwahkan dan diaplikasikan dengan semestinya sebagai mana yang diinginkan Tuhan. Jika demikian, bila ada yang tak lagi setia menjalankan ajaran agama, tak pula berarti seseorang telah menjadi atheis, menjadi kafir. Ateis atau kafir, hanya Tuhan Yang Maha Tahu.

Di sini-sekali lagi- beragama bukanlah monopoli tafsir para pakar hukum. Di sini pula, beragama-menurut Nabi Suci Yesus, berarti bagaimana kita menghayati hidup yang sepenuh-penuhnya diciptakan Tuhan dengan segenap cinta kasih. Inilah tujuan dari beragama, agar kita yang mengaku sebagai hamba Tuhan, mampu menjalankan amanat Tuhan sebagai rahmat bagi semesta.

Bukan justru menjadi manusia terlaknat dan bukan pula-sebagaimana  istilah agama- menjadi manusia yangfasik-tahu dan ahli akan pesan moral hukum (termasuk hukum agama) namun tak becus dalam aplikasi. Satu lagi hal yang tak boleh terlupa, selama di hati iman tak guyah,  di sana pula selamanya Tuhan bertahta. (**)

Selingkuh


Selingkuh

Oleh : Muhammad Baran


Mengapa manusia kerap mencetuskan perselingkuhan? Tak sadarkah bahwa ia sendiri tercipta dari sebuah kemesraan, terlahir dari sebuah kenikmatan, dibesarkan dengan segenap cinta dan diharapkan mati dengan meninggalkan bekas-jejak yang bisa dijadikan petunjuk?.

Di depan Tuhan dia berani berselingkuh. Dunia benar-benar sanggup melalaikannya. Bahkan dia menjadikan nafsu sebagai gundik. Berani sekali dia. Tak tahukah dia, jangankan di depan-Nya, di belakang-Nya pun tak setitik nokta yang lolos dari sensor-Nya?.

Di belakang Agama dia selingkuh. Kesombongan  berhasil mengangkanginya. Malahan mazhab dan sekte dijadikan selir simpanannya. Tega nian dia. Tak sadarkah ia, kebenaran tak mutlak menjadi monopoli mazhab, sekte, dan  pribadi. Kebenaran menyiapkan dirinya untuk semua. Termasuk mereka yang selama ini dicap sesat.

Di samping  kekasih dia selingkuh. Sahwat berjaya menawan kesetiaan yang pernah diobralnya. Bila perlu mata dan nafsu dijadikan dalih pembenaran atas lolosnya gejolak keinginan untuk mendua. Punya nyali betul dia. Tak pahamkah dia, janji setia adalah kalkulasi utang yang mesti dibayar tunai sebelum mizan ditegakkan di atas dasar keadilan-Nya?

Tapi janji itu kini tinggallah janji. Kesepakatan dibuat seakan tanpa hak untuk ditunaikan dengan tuntas. Maka lupalah dia akan kesaksiannya dulu di hadapan Tuhan. “Bukankah Aku Tuhanmu?” Kata Tuhan memastikan janji itu. Dulu dia dengan suka cita menjawab dengan segenap cinta, “Benar, Engkau Tuhanku dan aku menjadi saksi-Mu.” Tapi setelah kenikmatan dunia secuil dicicipinya, dia seperti kacang lupa kulit. Lupa asal dan tujuan dia tercipta. Sekali lagi, janji tinggal janji.

Jika dengan Tuhan saja dia berani-berani berselingkuh, lalu bagaimana dengan yang lain? Ah ternyata selingkuh dijadikan pelarian untuk menikmati sesaat madu dunia. Tapi madu dunia tak kekal.  Perlahan tapi pasti cita rasanya akan hambar seiring bertambahnya uban, rabunnya mata, dan berhentinya nafas berembus. (**)

Selasa, 05 Maret 2013

Surat cinta untuk Nagizah (2)

Surat cinta untuk Nagizah (2)

oleh: muhammad baran

Teruntuk kekasihku Nagizah ..... Gadis impianku

salam jumpa untukmu sayang........

perkenankanlah aku menyapamu dengan segenap kerinduan yang nyaris tak terbendung. kerinduan yang barangkali sama dialami pungguk kepada bulan. tapi aku masih lebih beruntung. walau tak jumpa, aku masih bisa mengirim kabar padamu, meski hanya lewat suratku yang kedua ini.

Nagizah.... aku membayangkanmu sekarang sedang merajut benang harapan untuk menjadi selimut kenyataaan. Dan selimut itu akan kita kenakan saat jumpa. suatu saat nanti. percaya padaku.

aku juga membayangkanmu tengah membangun impian bahagia untuk menjadi rumah kenyataan kelak bersamaku. padamu kutitipkan napas kesetiaan menanti. hingga hari bahagia itu akan datang.

sudah berapa purnama kau-aku tak jumpa, Nagizah?
ah maafkan aku. aku tak bermaksud membebaani pikiraan dan perasaanmu dengan membilang hari semenjak kita pisah dulu.

kau harus selalu percaya Nagizah, bahwa setiap PISAH ada JUMPA..................

oya Nagizah...... untuk membayar kerinduan antara kau-aku, sekarang aku ingin berbagi kisah denganmu. maafkan aku. hingga saat ini belum bisa menemuimu. dan meski hanya lewat kisah ini, kiranya beban kerinduan di antara kita bisa lebih ringan. kuharap kau pun memaklumi ini.

aku ingin memulai kisah ini dengan mengajukan pertanyaan berikut ini sayangku;

apakah yang diketahui ikan menyangkut air?
merpati menyangkut udara? kucing menyangkut wadah?
Apa pula yang diketahui  lelaki menyangkut perempuan?

ah ternyata jawaban dari semua pertanyaan itu adalah, TIADA. yah TIADA sayangku....................

meski jawabannya TIADA, namun keberadaan air, udara, wadah dan perempuan, semua memerlukan dan mendambakannya. Sungguh.

ada sebuah kata bijak yang mengatakan, "siapa yang mengetahui hakikat, akan tahu rahasia perempuan."

apakah rahasia perempuan itu Nagizah? aku ingin bertanya langsung padamu. aku yakin, sebagai perempuan, kau tentu lebih tahu apa hakikat dan apa rahasia perempuan.

tapi sebelum berjumpa denganmu dan menanyakannya langsung, bolehkah aku punya persepsi sendiri tentang perempuan? kalaupun persepsiku tentang perempuan tak sepenuhnya utuh, toh nanti saat kita jumpa, kau-aku bisa mendiskusikan dan mencari kata sepakat dalam mempersepsikan perempuan. kau setuju kan cinta?

meski  bukan perempuan, paling tidak aku pernah mengenalmu Nagizah. perempuan yang hingga kini kukagumi. barangkali sebagai perempuan, dirimu memang pantas kujadikan representasi dari segenap perempuan di dunia yang penuh rahasia itu.....

Nagizah cinta pertamaku..............

Mengingatmu, adalah mengenang saat pertama kita sua yang membuahkan hubungan yang berujung rindu.  Mengenangmu, adalah mengingat kesetiaanmu menghadapi ketaksabaaranku sebagai lelaki.

kau tahu cinta? berjumpa denganmu barangkali adalah keajaiban. tapi bila berpisah darimu, mungkin aku butuh sejuta penyangkalan. lebih bahkan. dan, menyakitkan.

barangkali inilah rahasia perempuan yaang tak pernah tuntas dikuak: yaitu peresaannya , kelembutannya, ketabahannya, kesetiaannya dan segenap cintanya. Yang kesemuanya bila diurai, tak cukup waktu membahasnya. dan bila diskusikan, tak cukup kata untuk mengungkapnya.

ah Nagizah..... bahkan dirimu pun tak sanggup kudefinisikan dengan kata dari mulut yang menjadi gagu ini. Mungkin selamanya perempuan memang misteri, kecuali laki-laki mampu menguak hakikatnya.

Maafkan aku Nagizah, barangkali suratku kali ini bukan ingin berbagi kisah denganmu. tapi hanya memperlihatkan kegagalanku memahami perempuan. termasuk dirimu. tapi aku tak perlu kecewa karena aku punya kamu yang bisa kuajak untuk berdiskusi guna mencari jawab tentang rahasia perempuan.

sebagai penutup suratku kali ini, aku ingin berpesan, dari jauh kita saling mendoakaan. semoga impian JUMPA setelah sekian lama PISAH bisa terwujud.

sampaikan juga salamku kepada segenap kenangan kita; kepaada pantai tempat pertama kita jumpa, kepada pohon akasia, goresan nama kau-aku masihkah ada disana? kepada padang ilalang saat kita mengejar kumbang bersama, juga kepada jembatan dan sungai saat terakhir kita jumpa.

Meski aku jauh di matamu Nagiza.... yakinlah rinduku akan selalu datang menemanimu.

Ttd
Arjuna

padang sabana, 12 Januari 2013
ketika musim semi sebentar lagi akan pergi

Surat cinta untuk Nagizah (1)


Surat cinta untuk Nagizah (1)

oleh: muhammad baran

kepada kekasihku Nagizah ..... Gadis masa depanku.

kalimat pertama yang ingin kuucap padamu saat pertama menulis surat ini adalah, apa kabarmu sekarang? semoga kau tetap berbahagia dengan kehidupanmu yang sekarang. maaf, saat ini aku tak punya cukup waktu untuk berkunjung ke tempatmu. tapi kau jangan kira aku tak lagi peduli.

ini adalah surat pertamaku semenjak kita pisah. tak terasa, tujuh purnama sudah berlalu. dan entah kenapa selau saja ada kerinduan yang terbit. aku membayangkan, sekarang kau semakin cantik dan tentu saja semakin dewasa. dan senyummu itu? ah simpan saja untukku saat kita jumpa nanti.

oya Nagizah...surat ini kutulis  dengan harapan, bisa menjadi obat penawar kerinduan di anta pisah kita. semoga waktu yang kian melesat, tak serta merta membawa pergi ingatan kita akan segenap kenangan yang pernah kita kecap.

untuk mengobati rindu, aku ingin berbagi kisah. kau tak keberatan kan? kisah yang ingin kubagi denganmu kali ini tentang persepsi kita terhadap nilai sebuah kecantikan. Aku tak bercanda. sungguh.

mohon kau jangan dulu protes. kau baca saja dulu isi suratku ini....

Nagizah sayangku... ternyata segala urusan di dunia ini amat sangat sederhana... termasuk soal menyoal kecantikan.

kau tahu? ada seorang temanku pernah bercerita tentang kisah cintanya yang berakhir tragis. kata temanku, cintanya kandas di persimpangan jalan hanya karena satu alasan, kecantikan.

ah bukankah bicara soal cinta, tak jauh-jauh dari soal tampang, juga soal kata-kata romantis itu? dan ini berlaku untuk siapa saja, sepanjang segala abad. tapi ada satu hal menarik yang dia katakan. katanya, kecantikan dan kata-kata manis selalu membuat kita terpesona. sayangnya kata dan tampang bukan menjadi garansi langgengnya sebuah ikatan.

hm sepertinya ini menarik untuk ditelusuri......

Masih menurut temanku ini, seseorang yang mencintaimu karena fisik, maka suatu hari nanti ia juga akan pergi karena alasan fisik. ternyata pesona fisik tak selamanya abadi. akan datang masanya dia akan pudar bila rasa telah kehilangan selera. disini kebosanan menemukan tempatnya untuk meminta sebuah alasan untuk pisah. ah tragis bukan?

begitu juga seseorang yang menyukaimu karena materi, maka suatu hari nanti dia akan pergi karena materi. di sini ketakpuasan menemukan ambang batasnya untuk memenuhi sebuah ambisi yang bernama keinginan. tak ada yang abadi memang.

tapi satu hal penting yang perlu kau catat sayangku, seseorang yang mencintaimu karena hati, maka ia tak akan pernah pergi. tak akan pernah.

kau tahu kenapa? karena sebagaimana yang di katakan Novelis Tere Liye, hati tak pernah  mengajarkan tentang ukuran relatif lebih baik atau lebih buruk.

ternyata  Nagizah... selama ini kita kerap keliru dalam mendefinisikan kecantikan.

maka kita hanya bisa berdoa. demi segala kebajikan yang masih tersisa, kita memohon kiranya Tuhan sudi mengajarkan kita untuk selalu memiliki hati yang cantik. tak peduli meski orang-orang  tak pernah sekalipun  menyadari kecantikan hati tersebut.

aku teringat sebuah sajak yang mengatakan begini:

kan layu cinta bunga
kan luntur cinta warna
kan habis cinta harta
kan pergi cinta kekasih
kan abadi cinta Tuhan

bagaimana nagizah?  sekarang kau paham kan cinta?

sebelum aku menutup kisah ini, izinkan aku menitip salam rinduku untukmu. kau meskipun jauh di mataku, tapi yakinlah, rinduku akan selalu datang menyapamu. biar kau tak kesepian disana.

Ttd
arjuna

pulau siput, 22 oktober 2012
ketika musim menyelam mutiara tlah tiba... (**)