Berkah-Keramah*
Oleh Hamba Moehammad
Sebagai
orang labala, ketika membaca judul tulisan goen di atas, atau ketika
mendengar kedua kata (Berkah-Keramah) di atas disebutkan, apa yang
terlintas di benak kita?
Sebagai orang labala, yang lahir dan
menghabiskan hampir separuh hidup saya (masa kanak-kanak) di lewotanah,
maka saya tidak asing dengan istilah "Berkah-Keramah".
Kedua
kata tersebut lebih dikenal oleh orang labala sebagai istilah adat.
Berkah-keramah menjadi idiom sakral dalam tata laksana adat istiadat
orang labala yang memegang teguh tradisi/kebiasaan yang diwariskan
secara turun temurun dari nenek-moyang.
Secara umum, dalam
pahaman adat orang labala, berkah-keramah adalah sebutan lain dari
nuba-nara (altar persembahan) yang memiliki makna simbolik yang mendalam
dan memiliki rangkaian hubungan historis tradisi sebagai orang
lamaholot pra islam yang memiliki keyakinan akan kuasa Ina-ama
lera-wulan tanah ekan (Tuhan Sang Pencipta langit dan bumi). Dengan
adanya sinkretisme antara adat dan agama islam yang menjadi keyakinan
baru orang labala, istilah nuba-nara perlahan digantikan dengan istilah
yang populer sekarang yaitu berkah-keramah.
Dalam perspektif yang
lebih lokal terkhusus orang labala, berkah-keramah bukan sekadar
kepercayaan tradisionil, tapi lebih kepada simbol yang dikonkritkan
melalui benda-benda pusaka yang dianggap keramat dan mewakili kekukatan
penghubng antara kuasa langit dan bumi yang diyakini bisa menaungi
lewotanah dari bala bencana, penyakit, dan nalan (dosa).
Selain
dalam bentuk atau wujud benda, berkah-keramah juga berwujud keyakinan
akan adanya ruh makhluk yang dikeramatkan. Dari semua klan/suku yang ada
di labala hampir semuanya memiliki berkah-keramah entah dalam bentuk
benda-benda pusaka peninggalan leluhur lewotanah atau keyakinan adanya
kekuatan di luar kasat mata. Berkah-kerama dalam bentuk simbol benda
pusaka, biasanya disimpan di rumah adat dan boleh dikeluarkan atau
diperlihatkan ketika ada upacara adat seperti trasidisi makan jagung
masing-masing kepala suku atau acara tolak-bala.
Sebagaimana
lazimnya, berkah-keramah di labala memiliki nama atau julukan yang
memiliki makna khusus bagi masing-masing suku. Sebagai contoh, disini
saya menyebut beberapa nama berkah-kerama yang dimiliki suku/klan yang
ada di labala di antaranya; Nuba laga doni-Wato peni dan Demon
gede-Srikati (Suku Labala), Ata jawa gadak (suku Mayeli atulolon), dan
Jotena arakian-lima letu naragawa (Suku Mayeli atulangun), serta masih
banyak lagi nama berkah-kerama yang dimiliki masing-masing suku di
labala.
Meski berkah-kerama merupakan produk tradisi dan budaya
orang labala (dan mungkin juga masyarakat lamaholot lainnya), namun
dalam perjalanan sejarahnya berkah-keramah mengalami degradasi
pemaknaan. Degradasi pemaknaan ini berjalan seiring dengan semakin
berkembangnya pengaruh agama islam di labala.
Dengan sendiriya
pemaknaan akan makna kata berkah-keramah menjadi lebih netral dimana
masyarakat labala kemudian memadukan tradisi dengan agama atau lebih
dikenal dengan; adat yang disesuaikan dengan agama, dan agama yang
disesuaikan dengan adat dan kearifan lokal . Tujuannya adalah agar
antara adat dan agama bisa berjalan berbarengan dan bisa menciptakan
harmoni dalam kehidupan masyarakat labala.
Asal kata berkah-keramah
Bila
ditelisik lebih dalam, kedua kata (berkah-keramah) tersebut merupakan
istilah agama islam yang terambil dari kata "Barakah" dan "Karamah".
Barakah yang artinya "Karunia/nikmat Tuhan" dan Karamah artinya
"Martabat /kehormatan/gengsi".
Pemilihan kata dari istilah adat
nuba-nara menjadi berkah-kerama untuk orang labala menurut goe adala
pemilihan yang sangat kompromistis dan sangat tepat. Mengingat
penyebaran agama islam di labala memang di lakukan denga pendekatan
persuasif (kekeluargaan) dan damai, bukan dengan cara infasi atau
penaklukan. Sebagaimana jamaknya, penyebaran agama dengan pendekatan
persuasif dan damai cenderung berusaha mengakomodir (merangkul) kearifan
lokal yang sudah menjadi tradisi yang mapan dan mendarah daging.
Seiring
berjalannya waktu, pemaknaan akan makna kata berkah-keramah mengalami
transformasi atau bentuk penyempurnaan dalam laku kehidupan orang
labala. Orang labala tidak hanya memaknai berkah-kerama sebagai warisan
kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestarikan dalam perspektif adat
guna menjaga persatuan dan keutuhan sebagai ana-opu ata labala, tapi
juga sebagai manifestasi paradigma pikir dalam membangun kehidupan yang
lebih beradab dan menjunjung tinggi nilai-nilai kehormatan sebagai ata
watan, nilai-nilai martabat sebagai masyarakat muslim yang religius,
juga nilai-nilai gengsi (dalam perspektif positif) sebagai komunitas
sebuah Kerajaan Islam solor watan lema di kabupaten lembata.
Nilai-nilai
positif dari pemaknaan kata berkah (karunia/anugerah Tuhan), dan
keramah (kehormatan/martabat/gengsi) menjadikan orang labala dikenal
sebagai manusia yang berwatak keras dan memiliki ego yang tinggi dalam
mempertahankan nama besar lewotanahnya. Bahkan untuk nama besar
lewotanahnya, orang labala akan sangat tersinggung harga dirinya bila
nama labala dan segenap atribut ke-labala-annya dilecehkan. Bagi mereka,
Labala adalah harga diri dan kehormatannya.
Meski tak bisa
dipungkiri nilai-nilai berkah-keramah terkadang dimaknai secara '"over
dosis" alias melampaui batas oleh orang labala ,sehingga terkadang
pemaknaan yang melampaui batas ini, kerap menimbulkan pergesekan
kepentingan di antara orang labala sendiri. Hal inilah yang membuat
orang labala secara internal sulit bersepakat, tidak hanya dalam hal-hal
prinsip, tapi merembes pada hal-hal yang menyangkut maslahat umum, baik
di bidang kemasyarakatan, politik dan pemerintahan, dan meluber ke
bidang-bidang lainnya.
Satu-satunya yang bisa membuat orang
labala tetap bersatu hingga kini adalah masih kuatnya pengaruh adat yang
dijunjung tinggi, meski berbeda bendera partai, baju politik dan
kepentingan sektarian. Dengan adat, sebenarnya orang labala masih mau
saling menghargai karena merasa sebagai opu-maki, kaka-ari, naan-bine,
dan sebagai ana-opu labala. Oleh karena itu, nilai-nilai luhur
berkah-keramah kiranya tetap dilestarikan sepanjang memberi manfaat
untuk mengikat dan menyatukan orang labala dalam bingkai kebersamaan
sebagai sesama orang labala.(**)
=================
*Tulisan ini adalah persepsi saya sendiri sebagai orang labala
Sabtu, 03 Agustus 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar