Pembaca yang budiman. pada keseempatan ini, izinkan saya menulis
sesuatu tentang seoraang Abdulrahman Wahid yang akrab dispa Gus Dur.
Saya bukanlah salah seorang pengagum fanatik sang Guru Bangsa ini.
Sebagaimana kebanyakan orang indonesi yang cenderung “anti’ dengan
pemikiran Gus Dur, saya pun termasuk orang yang kurang respek dengan
pemikirannya yang saya anggap terlalu liberal. Ini mungkin penyakit
kebanyakan orang indonesia yang belum mengenal baik tokoh yang sering
melontarkan pernyataan yang kontroversial ini.
Tapi sebagai bagian dari masyarakat bangsa yang merasa beruntung pernah memiliki seorang presiden yang berani melawan arus ini, saya merasa perlu menullis tetntaang Gus Dur, pemimpin orde reformasi yang berani mengambil resiko dihina dan dicaci sebagai tokoh perubahan.
Bagi saya, pemimin yang hebat tidak sekedar melakukan perubaahan. Pemimpin yang hebat adalah dia yang mampu mengelola dengan baik setiap perubahan yang dilakukannya. Dari semua pemimpin indonesia, hanya Gus Dur yang paling menonjol dalam hala berani mengubah.
Sepengetahuan saya (Maaf kalau keliru), satu-satunya pemimpin indonesia yang berani mlakukan perubahan adalaah Gus Dur. Teerlepas dari berbagaai kontroversi yang mengiringinya selama menjadi Presiden indonesia ke-4 yang berujung pada upaya pelengseran dirinya dari tahta kkuasaan orang nomor satu di indonesia.
Menurut Guru besar FEUI, Rhenald Kassali, hanya dalam kurung 2 tahun berkuasa ( 1999-2001), Gus Dur telah melakukan 10 perubahan mendasar yang mengubaah cara dan kebiasaan masyarakat bangsa indonesia yang saat itu masih dalam masa transisi pasca lengsernya pemerintah orde baru. Gus Dur dengan berani membubarkan dua kementerian yatu Deparrtemen Penerangan dan Departemen sosial, menghapus larangan menjalankan tradisi budaya tiongkok, mengganti nama irian menjadi papua. Gus Dur membangun kementerian HAM, mereformasi TNI, menggilir jabatan Panglima TNI, menjadikan Imlek sebagai hari libur resmi, mengusulkan hubungan diplomatik denganisrael, menghapus tap MPRS No. XXIX/MPRS/1966 yng melarang segala bentuk ajaran marxisme-leninisme.
Seperti layaknya sebuah perubahan, era Gus Dur ditandai dengan berbagai kegaduhan, perlawanan, bahkanpemberontakan. Belum lagi keributan di beberapa daerah, pengunduran diri dan pemecatan menteri secara mendadak, harga-harga yang tak terkendali. Namun perubahaan besar memang memerlukan tahapan pencarian karena mereka yang selama ini merasa nyaman dalaam tumpuk pemerintahan ingin mempertahankan staatus quo.
Hal ini serta merta memunculkan ledakan-ledakan. namun terlepas dari semua kekagetan itu Gus Dur adalah sosok pemimpin perubahan yang pemberani, baahkan terlaalu berani kaala itu. Memang, tanpa keberanian sulit membangun sesuatu yang baru.
Tak bisa dipungkiri perubahan selalu menimbulkan kegaduhan dan kritikan. Tapi selalu adaa dilema yang dihadapi dalam roses perubahan: betapa kita ingin berubah, tapi tidak mau diubah. Sebagian orang mengeritik memperbiki, sementara banyak yang justru menjadi pihak yang terdepan menolak perubahan karena pesimis bahwa toh perubahan itu pasti akhirnya gagal.
Saat berada dalam pusaran perubahan, betapa kitaa justru merasa menjadi pahlawan, jadi penantang perubahan ketimbang jaddi kawan. kita merasa berkata “tidak” pada penguasa jaauh leebih terhormat dari pada berkata “Ya”.
Dan fenomena perubahan barangkali tengah dihaapi oleh Presiden SBY. Bedanya, gaya kepemimpinan SBY yang cederung hati-hati, kompromistis, dan tidak berani melawan arus sehingga cita-cita perubahan tidak berjaalan sebagaimana yaang dijanjikannya pada masa awal pemerintahannya. Selaain itu SBY juga menghadapi dilema kepemimpinan, dimana sikap masyarakat indonesia pasca reformasi yaang cederung pragmaatis. Mereka kerap mengangga pemimpin yang terlalu tegas melakukan perubaahan dianggap kaku dan otoriter, naamun seblknya bila pendekatan persuasif yang dilakukan, masyarakat menilainya terlalu loyo dan kompromistis. Serba salah memang ketika seseorang yang ingin menjadi presiden dizaman reformasi ini. (**)
Tapi sebagai bagian dari masyarakat bangsa yang merasa beruntung pernah memiliki seorang presiden yang berani melawan arus ini, saya merasa perlu menullis tetntaang Gus Dur, pemimpin orde reformasi yang berani mengambil resiko dihina dan dicaci sebagai tokoh perubahan.
Bagi saya, pemimin yang hebat tidak sekedar melakukan perubaahan. Pemimpin yang hebat adalah dia yang mampu mengelola dengan baik setiap perubahan yang dilakukannya. Dari semua pemimpin indonesia, hanya Gus Dur yang paling menonjol dalam hala berani mengubah.
Sepengetahuan saya (Maaf kalau keliru), satu-satunya pemimpin indonesia yang berani mlakukan perubahan adalaah Gus Dur. Teerlepas dari berbagaai kontroversi yang mengiringinya selama menjadi Presiden indonesia ke-4 yang berujung pada upaya pelengseran dirinya dari tahta kkuasaan orang nomor satu di indonesia.
Menurut Guru besar FEUI, Rhenald Kassali, hanya dalam kurung 2 tahun berkuasa ( 1999-2001), Gus Dur telah melakukan 10 perubahan mendasar yang mengubaah cara dan kebiasaan masyarakat bangsa indonesia yang saat itu masih dalam masa transisi pasca lengsernya pemerintah orde baru. Gus Dur dengan berani membubarkan dua kementerian yatu Deparrtemen Penerangan dan Departemen sosial, menghapus larangan menjalankan tradisi budaya tiongkok, mengganti nama irian menjadi papua. Gus Dur membangun kementerian HAM, mereformasi TNI, menggilir jabatan Panglima TNI, menjadikan Imlek sebagai hari libur resmi, mengusulkan hubungan diplomatik denganisrael, menghapus tap MPRS No. XXIX/MPRS/1966 yng melarang segala bentuk ajaran marxisme-leninisme.
Seperti layaknya sebuah perubahan, era Gus Dur ditandai dengan berbagai kegaduhan, perlawanan, bahkanpemberontakan. Belum lagi keributan di beberapa daerah, pengunduran diri dan pemecatan menteri secara mendadak, harga-harga yang tak terkendali. Namun perubahaan besar memang memerlukan tahapan pencarian karena mereka yang selama ini merasa nyaman dalaam tumpuk pemerintahan ingin mempertahankan staatus quo.
Hal ini serta merta memunculkan ledakan-ledakan. namun terlepas dari semua kekagetan itu Gus Dur adalah sosok pemimpin perubahan yang pemberani, baahkan terlaalu berani kaala itu. Memang, tanpa keberanian sulit membangun sesuatu yang baru.
Tak bisa dipungkiri perubahan selalu menimbulkan kegaduhan dan kritikan. Tapi selalu adaa dilema yang dihadapi dalam roses perubahan: betapa kita ingin berubah, tapi tidak mau diubah. Sebagian orang mengeritik memperbiki, sementara banyak yang justru menjadi pihak yang terdepan menolak perubahan karena pesimis bahwa toh perubahan itu pasti akhirnya gagal.
Saat berada dalam pusaran perubahan, betapa kitaa justru merasa menjadi pahlawan, jadi penantang perubahan ketimbang jaddi kawan. kita merasa berkata “tidak” pada penguasa jaauh leebih terhormat dari pada berkata “Ya”.
Dan fenomena perubahan barangkali tengah dihaapi oleh Presiden SBY. Bedanya, gaya kepemimpinan SBY yang cederung hati-hati, kompromistis, dan tidak berani melawan arus sehingga cita-cita perubahan tidak berjaalan sebagaimana yaang dijanjikannya pada masa awal pemerintahannya. Selaain itu SBY juga menghadapi dilema kepemimpinan, dimana sikap masyarakat indonesia pasca reformasi yaang cederung pragmaatis. Mereka kerap mengangga pemimpin yang terlalu tegas melakukan perubaahan dianggap kaku dan otoriter, naamun seblknya bila pendekatan persuasif yang dilakukan, masyarakat menilainya terlalu loyo dan kompromistis. Serba salah memang ketika seseorang yang ingin menjadi presiden dizaman reformasi ini. (**)
0 komentar:
Posting Komentar