Cerita Dari Surga
di dalam surga, seorang anak muda protes kepada Tuhan. Anak Muda: ya Tuhan kenapa aku kau tempatkan di surga paling rendah, sementara orang tua itu Engkau tempatkan di surga yang paling tinggi?
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Sabtu, 30 November 2013
Potensio
Maut
Manivesto*
Rabu, 20 November 2013
Purnama dan Sebuah Nama
Oleh Hamba Moehammad*
20 Maret 2012 (Ketika hujan lebat mengguyur kota)
Tak kusangka aku mengenalmu di sini. Meski tak pernah bertemu langsung, keakraban kita terjalin via media sosial facebook ini. Meski awalnya aku malu, namun rasa penasaran membuatku memberanikan diri berkenalan denganmu.
"Assalamualaikum...!!!" Aku mencoba menulis kalimat pertama. Tak peduli akan mendapat tanggapanmu. Ah apa peduliku? Toh kita kan belum pernah bertemu.
"Wa alaikum salam" akhirnya kau membalasku. Mungkin saat itu kau menganggapku cowok iseng.
"Pakabar?"
"Baik"
"Salam lenal."
"Iye salam kenal juga"
Dan setelah itu perkenalan kita terputus, lebih tepatnya berakhir untuk sementara waktu. Mungkin beribu tanya berjibun di benak masing-masing kita malam itu. Entah penasaran lantaran kau dan aku secepat itu akrab. Dalam hati, aku berharap kita bisa berkenalan lebih jauh lagi di lain kesempatan.
*** *** ***
11 Juli 2012 (Awan berarak di langit kota)
Siang yang terik. Bersama seorang teman, aku baru saja tiba di sekretariat Lembaga Pers Kampus. Tugas liputan dari Redaktur ingin secepatnya kuselesaikan sebelum Dead Line. Sabtu sore adalah batas Dead Line. Lepas istirahat sejenak, aku langsung meraih laptop dan mengambil pososi di teras depan sekretariat. Di bawah pohon yang rindang, udara siang sedikit membuat perasaanku sedikit lebih tenang.
Sembari mengetik berita hasil liputan, saya mencoba browsing internet untuk mencari tambahan data liputan. Tidak lupa juga kubuka akun facebook-ku. Dan aku tiba-tiba mengingat sebuah nama. Purnama, yah Purnama Jelita. Nama yang entah mengapa menyita ingatanku. Nama seseorang yang seingatku beberapa minggu yang lalu sempat menjalin obrolan via Facebook. Penasaran, aku mengecek nama-nama yang aktif dalam obrolan. Dan Syukurlah nama yang hendak kucari, siang itu memang sedang aktif. Dan perkenalan lanjutan pun dimulai.
"Purnama?
"Iya"
"Salam kenal ndi"
Wah cilaka dua belas. Obrolan tiba-tiba berhenti. Lebih tepatnya terputus. Aku penasaran. Apakah jaringan yang putus-nyambung? Atau apakah ada kata-kata perkenalanku yang salah? Atau cewek yang kuajak ngobrol itu lagi tidak mempedulikan cowok malang di sini? Tapi aku tak putus asa. Kucoba lagi dengan prinsip, cewek itu memang susah dirayu. Butuh usaha ekstra untuk menaklukan cewek-cewek yang teguh.
"Hy," aku coba memulai.
"Hy juga" ternyata dia merespon
"Ikut demo tadi kak?"
Heran. Kok dia yang lebih berani yah. Hatiku bungah. Semangatku terpompa.
"Ikut, tapi untuk meliput." Aku mulai meladeni.
"Saya juga, tapi cuma numpang ikut dari belakang soalnya mau ke ramayana. Hehe"
Dia terkekeh. Itu tandanya, rambu lampu hijau. Boleh lanjut. Seakan ketiban durian runtuh, aku tak buang-buang waktu. Hasil liputan kuacuhkan. Dan perkenalan pun mengalir seperti aliran air terjun Bantimurung di musim hujan.
"Hehehe. Apa kita bikin sekarang ndi?"
"Mau masak" singkat saja dia menjawab.
"Coto Makassar, Sop Konro, atau?" Pertanyaanku menggantung. Sengaja memang.
"Ayam kecap pedas"
"Wow! Pedasnya sampai ke sini..."
"Hahaha. Ok saya masak dulu ya Kak.."
"Ok. Ditunggu."
Menanyakan aktifitasnya. Klise memang. Tapi apa pedulimu kawan?
Purnama. Aku membayangkan empunya nama ini adaalah seorang perempuan cantik dan tentu saja jagoan. Maksud saya, jagoan memasak. Menurutku, untuk ukuran jaman kita sekarang, amat sangat jarang ada perempuan muda apa lagi yang masih berstatus mahasisswa jago memasak. Seperti kebanyakan teman perempuan se-kampusku, mereka kebanyakan membeli makanan jadi.*** *** ***
18 September 2013 (Bulan malu-malu mengintip dari balik awan)
Dua bulan telah berlalu. Dan selama itu hubungan kami semakin akrab. Bukan mau sombong kawan. Tidak hanya berhubungan di dunia maya, kami melanjutkan hubungan di dunia nyata. Yah dunia nyata. Oh jodoh memang tak jauh-jauh larinya, kata orang. Apalagi jodoh yang beratnya sudah 100 Kg. Saya jadi tak lagi ragu mengimani pepatah klasik, "Tak lari gunung walau dikejar".
Entah malam minggu yang kesekian, aku mengajaknya jalan-jalan. Biasanya kalau ingin mengajaknya pesiar, aku menawarkan tempat lain, seperti di Benteng Somba Opu supaya bisa jalan-kalan menikmati senja di sekitar sungai Jene Berang, atau ke benteng Ujung Pandang (Fort Roterdam) atau ke Pelabuhan Paotere biar bisa melihat perahu-perahu phinisi yang ramai bersandar di waktu sore. Tapi selalu ditolaknya.
"Ke Pantai Losari saja," katanya kepadaku saat aku hendak mengajaknya pesiar.
"Kita kan sering kesana. Apa nda bosan ndi?" tanyaku menimpali.
"Tidak ada kata bosan untuk sebuah kenangan,"
"Kenangan saat pertama jumpa?" Aku pura pura bertanya. Padahal dalam hati kagum bercampur senang dengan kata-katanya barusan. Wah "KENANGAN". (Harus ditulis semua dengan huruf kapital kawan)
Dia hanya mengangguk dan memandangku lekat. Tentu saja satu paket dengan senyum manisnya itu. Dia menggamit lenganku, dan kami pun pergi bersama.
Apel malam minggu di Pantai Kenangan itu selalu spesial. (Penyematan nama Pantai Losari dengan Pantai Kenangan adalah kesepakatan kami berdua. Alasannya? Ah tentu kau sudah paham kawan. Jadi tak perlulah aku jelaskan lagi). Bersama menghabiskan malam minggu dengan makan pisang epe, rebutan jangung bakar, singgah di penjual pisang hijau langganan dan rupa-rupa kenangan bersama.
Tak pernah kubayangkan kawan. Jalinan cintaku berawal dari obrolan via Facebook. Dan sudah berjalan dua bulan. Tak terasa memang. Masa-masa berdua adalah masa-masa indah bagi setiap muda-mudi seperti kami.
Selanjutnya hubungan kami mengalir seperti air sungai. Kadang beriak gelisah bila ada hal yang susah disepakati bersama, tapi tenang dan damai kala ada hal yang disenangi bersama. Lebay? Mungkin saja. Tapi apa peduliku? Lagi pula dalam kamus cinta mana kenal kata lebay?
*** *** ***
1 Oktober 2012 (Bulan Berganti)
Tengah malam aku terbangun. Kutengok jam dinding di kamar kostku. Sudah pukul 01.30 Wita. Karena seharian menyelesaikan tugas liputan dan kuliah, aku kelelahan dan tidur lebih awal. Aku terbangun karena bunyi telepon selulerku merengek sedari tadi. Sebelum tidur tadi aku memang lupa mematikan telepon selulerku. Kubaca pesan yang tertera, rupanya sudah tujuh kali panggilan tak terjawab. Dan ini nomor baru. Mataku masih berat karena kantuk. Ketika hendak tidur kembali, telepon selulerku tiba-tiba meraung kembali. Kulihat sebentar, ah nomor yang sama dan aku langsung menyambutnya.
"Benar ini dengan Arjuna?" Belum sempat aku bertanya, suara lelaki di seberang sana justru lebih dahulu bertanya. Bahkan menyebut-nyebut pula namaku. Kucoba mengenal baik-baik suara di seberang sana itu. Siapa tahu itu salah satu temanku atau orang yang mungkin aku kenal yang sedang ada perlu. Namun tetap nihil. Suara itu sama sekali tak aku kenal.
"Iya benar. Ini aku, Arjuna. Maaf, ini dengan siapa?" Aku balik bertanya.
"Saya Aldo. Kamu kenal dengan Purnama?" aku penasaran. Lebih tepatnya heran. Belum sempat kenalan, dia menyebut-nyebut nama Purnama. Apa-apaan ini.
"Purnama? Purnama yang mana?" Aku bertanya balik memastikan nama yang disebutnya. Bisa saja kan yang dia maksudkannya itu Purnama yang lain?
"Ah kau itu pura-pura bertanya lagi. Purnama Jelita yang kuliah di Kampus Hijau itu" Suaranya berat bernada tinggi. Sepertinya dia emosi. Tapi apa masalahnya?
"Ooh. Saya kenal. Memangnya kenapa?" Suara kutekan pelan. Berusaha menetralkan suasana yang sepertinya tiba-tiba terasa tegang.
"Kamu berpacaran dengan Purnama?" Suara di seberang balik bertanya. Lebih tepatnya menginterogasi.
"Iya. Saya pacarnya Purnama," Aku menjawap pertanyaannya apa adanya. Tak ingin suasana semakin memanas.
"Sudah berapa lama kalian pacaran?"
"Sudah berjalan sekitar satu semester."
"Ooo jadi begitu yah. Kamu tahu tidak, kalau Purnama itu sudah punya pacar?"
Entah kenapa, aku tiba-tiba memutuskan pembicaraan di telepon selulerku. Sejenak berpikir kalau-kalau yang meneleponku tadi itu pria iseng. Selain itu, mungkin aku belum siap dan bisa menerima kenyataan kalau benar Purnama memang punya pacar yang lain.
Belum habis kegusaraan yang menggelayut dalam pikiranku, tiba-tiba ada pesan masuk ke telepon selulerku. Masih dari nomor yang sama.
"Asal kau tahu, saya ini pacarnya Purnama. Dia itu pacar saya. Kami sudah lama menjalin hubungan. Kalau kau tidak percaya, tanyakan langsung sama dia." demikian pesan singkat yang kubaca.
"Saya minta, kau tinggalkan dia sekarang juga," Tiba-tiba dia mengirim sms kedua. Senaknya saja memintaku meniggalkan Purnama. Tapi aku tak membalas sms itu.
"Dasar orang reseh. Memangnya kamu itu siapa?" Gumamku dalam hati. Jengkel.
Tiba-tiba kepalaku terasa berat. Seperti ada beban berat yang tertumbuk di kepalaku. Dan aku melewati sisa malam dengan aneka pikiran. Menerka-nerka siapa gerangan lelaki yang tiba-tiba menelepon dan mengirim sms memintaku meninggalkan Purnama. Apakah dia mantan pacar Purnama, atau pengagum rahasianya Purnama, atau memang orang iseng yang ingin mengganggu hubunganku dengan Purnama yang telah berjalan selama ini?
*** *** ***
18 Oktober (Di atas pembaringan malamku)
Akhir-akhir ini aku sibuk. Agenda kegiatan di kampus begitu padat. Selain mengurus kuliah, kegiatan di Lembaga Pers tempat aku belajar menjadi seorang Jurnalis juga begitu padat. Nyaris waktuku tersita. Sebagian waktu kuhabiskan bersama teman-teman di seretariat lembaga kemahasiswaan. Meliput dan menulis berita merupakan pekerjaan rutin setiap minggu. Apa lagi menjelang kegiatan Diklat Jurnalistik untuk merekrut anggota baru yang berminat menjadi Jurnalis Kampus.
"Kok nda pernah lagi ada kabar??? Masih sibuk ya????" Dia bertanya via chattingan Facebook. Aku tahu kalau dia lagi marah. Ini terbukti dengan menuliskan tanda tanya sampai beberapa deret.
Aku baru sadar kalau ini malam minggu. Dan sudah beberapa minggu ini aku jarang bertemu. Seringkali dia meneleponku untuk mengajakku sekadar jalan-jalan. Mengirimkan sms untuk sekadar ketemuan. Aku hanya bisa menjelaskan bahwa aku belum punya waktu untuk bertemu, sekalian meminta pengertiannya. Entah kenapa, selain sibuk, aku juga merasa tidak ingin bertemu dengannya semenjak si Aldo meneleponku malam itu.
"Iya. Ini masih banyak pekerjaan yang mesti kuselesaikan. Kalau sudah selesai nanti kita bisa ketemu," Aku berusaha memberikan alasan supaya dia bisa mengerti.
"Ya sudah. Urus saja pekerjaanmu itu." Itu balasannya. Dan kulihat jejaknya menghilang dari obrolan.
Kubayangkan seperti apa ekspresinya kalau marah. Sebenarnya selama menjalin hubungan dengannya, bila ada persoalan, aku tak pernah melihatnya marah seperti muda-mudi lain yang sedang pacaran. Sudah menjadi kesepakatan, bila ada hal yang tidak berkenan, kami hanya saling diam. Tidak boleh ada kata-kata kasar, apa lagi sampai ribut-ribut.
Esoknya aku minta ijin kepada pengurus lembaga pers kampus dengan alasan ada urusan keluarga. Padahal aku sudah ada janji bertemu dengannya. Semalam selepas obrolan via facebook yang tiba-tiba terputus itu, aku mengirim sms minta untuk ketemu dengannya di tempat favorit kami. Ada persoalan yang mesti aku selesaikan, terutama tentang si Aldo yang mengaku-ngaku sebagai pacarnya itu.
*** *** ***
18 Mei 2013 (Tepat di Hari Ulang Tahunku)
Entah dia yang salah, atau aku yang khilaf, hubungan kami belakangan ini berlaku surut. Apa lagi semenjak kuberi tahu kalau seseorang bernama Aldo pernah menelepon dan menanyakan hubungan kami. Aku berusaha selalu memintanya untuk menjelaskan baik-baik duduk persoalan itu.
"Aku hanya ingin yang terbaik dari hubungan kita. Itu saja. Entah kemudian kita tetap bersama atau harus berpisah." Aku pernah meneleponnya, dan mengatakan demikian. Meminta pengertiannya dan memberinya pahaman. Namun dia hanya diam. Paling banter dia menangis sesenggukan. Air mata buayakah? Entahlah kawan.
Belakangan dia sering menghindar bila aku punya waktu luang, dan ingin mengajaknya jalan-jalan ke pantai kenangan itu. Pantai di mana pertama kali aku bertemu dengannya. Ah entah mengapa, kenangan sewaktu bersamanya kembali mengusik.
Hingga suatu ketika aku bersama seorang temaan ditugaskan meliput suasana malam minggu di Pantai Losari. Sebagai icon Kota Anging Mammiri, pantai ini memang menjadi tempat vaforit muda mudi untuk menghabiskan malam minggu bersama pasangannya.
Beberapa saat mengelilingi anjungan pantai, deretan gerobak para penjual pisang epe, juga penjual mainan yang ramai memadati Pantai Losari, aku jadi teringat kenangan bersama Purnama. Maka aku memutuskan untuk mampir sebentar ke penjual pisang epe lengganan kami. Hitung-hitung aku bisa mengenang kebersamaan saat berdua. Sementara temanku sibuk mengambil gambar.
Belum sempat duduk dan memesan menu pisang epe kesukaanku, pandanganku tertumbuk pada dua sosok pasangan muda-mudi yang tengah duduk bermesraan sembari menikmati menu pisang epe. Aku berjalan mendekati keduanya. Salah seorang di antaranya sangat kukenali. Seorang cewek berambut panjang tergerai, mengenakan baju kemeja yang dibalut jaket biru langit dipadu celana jeans. Senyum dan tawanya itu sangat aku kenal. Senyum dan tawa yang kadang membuatku rindu. Sementara di sampingnya duduk seorang cowok yang sama sekali tidak aku kenal. Berambut cepak dengan kaus oblong hitam, dipadu celana jeans biru.
"Selamat malam Purnama! Sudah lama di sini?" Yang kutanya tampak kaget. Berusaha menyembunyikan kegelisahan yang tiba-tiba, dengan melempar senyum. Senyum yang dipaksakan. Dia mungkin tak menyangka kalau aku mampir di gerobak penjual pisang epe lengganan kami.
"Eh Arrr.. Arjuna? Baru datang?" Suaranya tercekat. Bibirnya tampak bergetar tak karuan. Karena tak tega melihatnya wajah pucat dan kegelisa di samping cowok itu, aku buru-buru (lebih tepatnya berpura-pura) memperkenalkan diri kepada cowok di sampingnya itu. Belakangan baru kutahu cowok itu bernama Aldo yang tempo itu meneleponku malam-malam. Menanyakan hubunganku dengannya, dan memintaku meninggalkannya. Aku seperti pria bodo yang merayakan kebahagiaan mereka malam minggu ini. Bukan main.
"Oh ini yang namanya Arjuna ya. Makasih atas pengertiannya. Berkenan merelakan kembali hubungan saya dengan Purnama," Aku kaget mendengar kata-kata itu. Sejurus kemudian hanya bisa tersenyum getir. Berusaha menahan perasaan agar tidak terjadi keributan malam itu. Ternyata ini alasannya menghindar dariku selama ini. Dia telah kembali kepada kekasih lamanya. Sementara kulihat dia hanya duduk mematung.
"Juna! Arjuna! Ayo pulang! Ada panggilan penting dari redaktur. Katanya ada keributan di kampus," tiba tiba Arif, fotografer yang menemaniku meliput malam itu menggamit lenganku dan memintaku segera pulang. Aku segera mohon pamit kepada keduanya dan meminta kepada penjual pisang epe untuk membungkus menu pesanan pisang epe-ku.
Aku dan Arif melangkah menjauh dari gerobak penjual pisang epe langganan kami itu. Sebelum benar-be nar jauh dari gerobak penjual itu, aku membalik badan dan memandangnya dengan senyum. Itulah senyum terakhirku untuknya. Dia hanya mematung dikursinya dan balas memandangku dengan tatapan dingin, sedingin hawa angin laut Selat Makassar yang berembus malam itu. Dan entah kenapa seketika baddanku menggigil. Dingin yang tak bisa kujelaskan, merasuk hingga ketulang-tulangku. (**)
Makassar, Oktober-november2013. Untuk temanku Alfito. Bila waktunya, bahagia itu akan tiba. Kita hanya butuh sabar, sedikit ikhtiar dan doa.
Minggu, 17 November 2013
Tuhan Dalam Khayalan Kita*
rasifirdani.blogspot.com |
Pertanyaan-pertanyaan yang sering saya dapatkan di antaranya: Jika Tuhan memang Mahaperkasa, bisakah Tuhan menciptakan batu yang sangat besar dan berat sehingga Tuhan sendiri pun tak sanggup mengangkatnya? Atau pertanyaan, ika memang Tuhan itu Mahakuasa, sanggupkah Tuhan menciptakan sebuah tombak yang paling tajam yang bisa menembus perisai yang paling ampuh, dan sanggupkah Tuhan menciptakan sebuah perisai yang paling ampuh yang tidak bisa ditembus oleh mata tombak yang paling tajam sekalipun? Dan masih banyak pertanyaan dilematis lainnya
Kau Bilang, Jadilah Pantai Yang Setia
www.indonesia.travel |
Ingatanku kini kembali ke masa lalu. Di siang yang getir itu. Kau masih ingat Purnama?
"Apa yang mesti kulakukan bila kita dipisahkan jarak dan waktu?" Itu pertanyaanku di atas jembatan yang menjadi saksi jumpa kita terakhir kali.
"Jadilah pantai yang setia pada deburan ombak." jawabmu dengan berurai airmata. Dan semenjak itu kita tak lagi jumpa. Entah sampai kapan.
Langit muram. Dan angin berembus gelisah.
Makassar, 17 November 2013
Sabtu, 16 November 2013
Negeri Para Maniak Gosip
delbloggolo.blogspot.com |
Anda pernah menggosip, atau paling tidak anda pernah menonton tayangan gosip di tv-tv itu kan? Ah anda jangan coba-coba mengatakan tidak. Anda akan dianggap manusia primitif alias manusia prasejarah yang nyasar di zaman kini. Anda bahkan akan ditertawai karena dianggap manusia yang tidak up to date dengan perkembangan gosip terkini di republik ini.
Yah kita adalah makhluk unik di negeri yang diperintah oleh pemimpin-pemimpin yang juga unik. Di negeri yang dihuni spesies manusia langka yang nyaris punah. Manusia penggosip dan penikmat gosip yang andal. lebih tepatnya maniak gosip.
Tidak usa malu-malu. Akui sajalah. dari pejabat negara, sampai rakyat yang paling miskin di pelosok dusun, hampir semuanya punya kebiasaan dan kelihaian menggosip. Untuk yang satu ini sepertinya kita memang dikaruniai bakat alami oleh Tuhan.
"Hari gini, tidak kenal apa itu gosip? tTdak tahu perkembangan gosip terkini? Apa kata nenek?" begitulah barangkali nada meremehkan spesies manusia unik di negeri yang terlanjur menjadikan acara gosip sebagai menu favorit sarapan pagi dan mengidolakan para pelaku gosip sebagai panutan hidupnya ini.
Tapi biar bagai manapun gosip tetaplah gosip. Terkadang meski tanpa menggunakan menu bumbu dan resep andalan, dia selalu punya penggemar sendiri. Memang selalu ada segmentasi penikmat terhadap apa-apa yang bisa dinikmati . Misalnya, ada penikmat olahraga, ada penikmat film. ada juga penikmat rokok, penikmat narkoba, atau penikmat seks.
Anda tidak perlu malu-malu bila termasuk salah satu diantara kategori maniak. apa lagi sampai marah-marah, berunjuk rasa ke kantor DPR atau lapor polisi dengan alasan pencemaran nama baik. Lagian di negeri ini masikah tersisa nama baik?
Begitu juga dengan para maniak gosip. Ada yang menyukai rasa yang pedas bombastis. Ada juga rasa melankoli dengan drama isak tangis. ada juga yang menyukai aneka rasa; manis, asam, asin. Yang terakhir ini mungkin terpengaruh iklan permen di tv. Katanya, biar lebih rame rasanya.
Ada rupa-rupa merek gosip. Ada gosip politik. gosip kehidupan selebriti yang katanya lagi musim kawin-cerai. Ada juga gosip rumah tangga dan masih banyak lagi ragam gosip
Mereka yang punya tv dan punya uang, membuat acara sarapan gosip. Kita hanyalah penonton. Menonton geratis di layar tv. Itu pun kalau kita punya tv. Tapi dengan bakat alami yang dikaruniai Tuhan, kita bisa meniru mereka membuat acara gosip. Kadang rasa gosip kita bahkan bisa bersaing dengan para pemilik acara gosip di tv itu.
Tapi apakah menjadi maniak gosip alias pehobi gosip itu hal yang tercela? Untuk menjawab "ya" atau "tidak", mari kita harus kompromi dulu kawan. Kita harus duduk bersama untuk berembuk guna menyepakati jawabannya.
Di negeri ini (silahkan anda menghitung) jumlah maniak gosip barangkali jauh lebih banyak dari pada maniak narkoba, atau maniak seks. Artinya, prospek masa depan maniak gosip sangat cerah. Anda mungkin bisa mempertimbangkan untuk beralih profesi menjadi tukang gosip.
Berbeda dengan para maniak narkoba atau maniak seks yang cenderung mendapat stigma negatif dari masyarakat yang sok suci di negeri ini, maniak gosip praktis tak menuai kecaman berarti. Bahkan fatwa MUI yang mengharamkan tayangan gosip dan sejenisnya, kalah telak. Fatwa ini ditentang habis-habisan oleh para maniak gosip. Siapa yang bisa mengalahkan selera yang terjajah? Sispa yang mampu membungkam kekuasaan uang dan media?
Persoalan gosip, selain soal life stile atau gaya hidup, gosip juga menyangkut bisnis. Ketika berbicara bisnis, erat kaitannya dengan kebutuhan hidup. Dengan gencarnya bisnis gosip, nilai komersialisasi dari gosip bahkan menyamai (kalau enggan mengatakan melampaui) kebutuhan pokok sehari-hari.
Kadang kita rela atap rumah dibiarkan bocor atau baju sekolah anak dibiarkan sobek asal tidak ketinggalan gosip. Uang deposito di bank nyaris terkuras habis demi mengikuti perkembangan gosip terkini.
Anda tidak percaya? Itu urusan anda. Tapi ini beritanya: ada ibu rumah tangga yang kedapatan selingkuh oleh suaminya setelah menonton gosip selebriti yang lagi kawin cerai. Ada seorang pemudi yang rela lari rumah orangtuanya setelah mendapat ole-ole gosip dari kekasihnya. Ada pemuda di kampung yang rela merantau ke kota tanpa bekal skill memadai, setelah menerima kiriman paket gosip dari kenalannya.
Cukup? Ternyata tidak. ada juga pejabat pemerintah yang kepicut menilep anggaran negara hanya untuk mencari sensasi biar menjadi objek gosip. Katanya, untuk menaikkan popularitasnya.
Ah jadi maniak gosip memang punya sensasi rasa tersendiri. Masih banyak fakta lain yang membuktikan, gosip merupakan menu pokok setiap pagi masyarakat di negeri ini.
Bagi anda yang merasa bukan maniak gosip (saya ragu kalau ada yang mengaku bukan maniak gosip), jangan protes dulu. Saya hanya mau menunjukkan fakta supaya anda tidak asal menuduh, saya atau para maniak gosip ini sudah gila atau rada-rada aneh dan nyeleneh.
Ketika anda yang merasa bukan maniak gosip menemukan terlalu banyak penganan gosip yang dijajakan di warung atau pasar-pasar di dusun dan kampung, atau yang berseliwerang di super market di kota-kota besar, anda tak perlu berteriak, apa lagi marah-marah. Nanti anda dikira stres atau gila.
Cukuplah kalau tak suka gosip dan tak mau jadi objek gosip, anda cukup melarang keluarga, agar tidak berlangganan menu gosip setiap pagi. Atau jangan memberikan anak anda uang, untuk jajan gosip di sekolah atau di kampus. Begitu juga ingatkan istri anda, untuk tidak menghambur uang hanya untuk berbelanja gosip.
Tapi bila anda tak sanggup melarang keluarga anda, mungkin sebaiknya anda harus legawa dengan keadaan. Jalan kompromi barangkali menjadi pilihan yang lebih bijak untuk melihat realita bahwa, gosip telahmenjadi bagian penting bagi masyarakat di negeri ini. Hidup memeng tak nikmat rasanya tanpa bumbu-bumbu gosip.
Kita juga harus menerima kenyataan, bahwa hidup kita sudah digempur dengan aneka jajanan gosip yang memikat mata dan mengundang selera rasa. Harganya pun sudah semakin terjangkau. Tak perlu anda capek-capek mencarinya. Dia akan datang menawarkan diri. Langsung ke rumah anda, ke kantor, atau dimanapun tempat anda singgah.
Ah mungkin kita memang harus lebih keras berteriak. Atau barangkali diam mungkin menjadi pilihan yang lebih realistis, ketika sudah tak lagi ada kewarasan. tapi antara teriak dan diam, terkadang terselip juga banyak ketakwarasan yang samar. apa lagi hanya memilih untuk berteriak atau sebaliknya hanya diam. seperti buah simalakama. serba dilematis memang. (**)
Kamis, 07 November 2013
Memaafkanmu bukan berarti....
Keadilan hanya mungkin bila kesalahan tidak hanya dimaafkan.
catat itu sayang...!
Kuterima nikahmu dengan...
dengan dengan seperangkat cinta
sebungkus kesetiaan
sekarung rindu
dan sekeranjang cemburu.
semuanya dibayar di muka.. (HM)
Kenapa diam sayang?
kau tahu sunyi adalah cermin?
disini kita bugil dan berpihak
kenapa diam sayang?
kata memenjara makna
bunyi membelenggu arti
kenapa diam sayang? (HM)
purnama (3)
Oleh Hamba Moehammad
purnama, mungkin seminggu, sebulan (sambil menatap bulan) kita berpagut di antara kebun anggur yang rimbun. juga bunga yang rimbun.
purnama, kulambaikan segenap kenangan tentang kita, ketika lagu perpisahan hampir selesai kau nyanyikan.
purnama, haruskah kubawa harapan di antara debu terbang di jalanan, yg hampir terang oleh fajar?
purnama, tak ada saputangan untuk sekadar menyapu airmata karena karena tangis sudah percuma.
purnama, setelah mengarungi sejuta kota, mungkin aku akan sekarat, lalu membuat surat untuk sekadar kau ingat.
purnama, kini aku makin basah dalam deras yang kian menjadi, dan berharap sua denganmu di laut yg mungkin telah menjadi pemisah.
purnama, ingin benar aku menjadi ombak yg mengarungi pepantai, sembari mencatat kisah kita di lembar diari.
purnama, masihkah merah pipimu dan lembut jemarimu seperti terakhir kita bertemu?
purnama, aku rindu. sungguh.(HM)
Karpet mesjid menjadi saksi
di karpet mesjid
menjadi saksi
betapa semua pinta
terasa sia-sia
meski lafaz dan tangisku
berterbangan ke angkasa
jutaan kata-kata melayang
masih menunggu jawaban
dan aku masih saja merasa bersalah... (HM)
purnama (2)
tawamu,
masihkah renyah seperti saat pertama kita jumpa?
Tawa yang membuat sudut hatiku riang.
Atau jangan-jangan,
kehidupan tega membuatnya kusut?
Purnama,
akulah bintang.
Masihkah kau ingat aku?
Atau jangan-jangan
hingar bingar kota membuatmu
lupa akan kenangan kita? (HM)
purnama (1)
apa kabarmu kini?
Pendar senyummu,
masihkah rekah seperti dulu?
Senyum yg membuatku kerasan berada di sampingmu.
Atau jangan-jangan, waktu kejam membuatnya cemberut? (HM)
dan kita hanya bisa tercengang
Tak sadar waktu berputar.
Hingga tiba-tiba ajal mengetuk pintu kealpaan kita.
Dan kita hanya bisa tercengang... (HM)
Hidup tak melulu perkalian
atau hitungan angka-angka
di layar kalkulator pedagang
kau paham kan sayang? (HM)
ketika lagu hampir habis kau nyanyikan
ketika lagu hampir habis kau nyanyikan. (HM)
dendam rindu
Belum selesai disimpulkan
di antara debu terbang di jalanan
Laut yang telah menjadi pemisah
Dan berharap sua denganmu di laut yang mungkin telah menjadi pemisah. (HM)
Masihkah mereh pipimu...
Pada sebuah kerinduan
apa yang hendak kau tuliskan
bila kepergianmu adalah sebuah kehilangan sayang? (HM)
Imajinasi lebih berharga dari pada ilmu
Logika akan membawa anda dari A ke B.
tapi Imajinasi akan membawa anda kemana mana.!!
Maka penuhi dirimu dalam hidup dng kreatifitas... (dari berbagai sumber)
ah betapa sulit berpasrah diri
dan betapa sulit berpasrah diri... (HM)
Karena yang manis-manis...
Karena yang manis-manis, belum tentu disayang-sayang.. (HM)
Karena tangis sudah percuma
untuk sekedar menyapu airmata
karena tangis sudah percuma.. (HM)
Pagi ini kubuat puisi
untuk mengingat segenap hati
(walau mungkin tak lagi berarti)
Kau selau cantik di mataku
kau selalu cantik di mataku
dan asal kau selalu ada
usia bukan persoalan lagi.. (HM)
Tak perlu risau
ada kau, ada taman, ada akasia, ada tawa
ada semua....(HM)
Ke batas di luar mimpi
dan mendapatimu telah pergi
ke batas di luar mimpi.. (HM)
lalu kita bercakap tentang apa saja
asap seperti membentuk wajahmu
dengan senyum atau tawa
lalu kita bercakap tentang apa saja.. (HM)
Telah menguning daun-daun
tapi mengapa tiap desah napas menjadi rindu? (HM)
Akan tiba saatnya
meski sejak awal
kita cuma bicara tentang indahnya pertemuan... (HM)
Karena
Hanya orang yang merasa dirinya tidak aman yang berbuat lalim kepada orang lain, karena ia meyakini bahwa orang yang berhasil dilaliminya pastilah tidak mampu membuatnya tidak aman.
Maafkanlah
Namun cinta dalam jiwa hanyalah untuk-Mu
Maafkanla bila hati tak sempurna mencintai-Mu
dalam dada kuharap hanya dirimu yang bertahta... ('Ainurrafiq Lilfirdausi)