Negeri Para Maniak Gosip (2)
Oleh: Muhammad Baran
di negeri ini
(silahkan anda menghitung) jumlah maniak gosip
barangkali jauh lebih banyak dari pada maniak narkoba, atau maniak seks.
artinya, prospek masa depan maniak gosip
sangat cerah. anda mungkin bisa mempertimbangkan untuk beralih profesi menjadi tukang gosip.
berbeda dengan
para maniak narkoba atau maniak seks
yang cenderung mendapat stigma negatif dari masyarakat yang sok suci di
negeri ini, maniak gosip praktis tak
menuai kecaman berarti. bahkan fatwa MUI yang mengharamkan tayangan gosip dan
sejenisnya, kalah telak. fatwa ini ditentang habis-habisan oleh para maniak
gosip. siapa yang bisa mengalahkan dan
mampu membungkam kekuasaan uang dan
media?
persoalan gosip,
selain soal life stile atau gaya
hidup, gosip juga menyangkut bisnis.
ketika berbicara bisnis, erat kaitannya dengan kebutuhan hidup. dengan
gencarnya bisnis gosip, nilai komersialisasi dari gosip bahkan menyamai (kalau
enggan mengatakan melampaui) kebutuhan sandang, pangan dan papan.
kadang kita rela
atap rumah dibiarkan bocor atau baju sekolah anak dibiarkan sobek asal tidak
ketinggalan gosip. uang deposito di bank
nyaris terkuras habis demi mengikuti perkembangan gosip terkini.
anda tidak
percaya? itu urusan anda. tapi ini beritanya: ada ibu rumah tangga yang
kedapatan selingkuh oleh suaminya
setelah menonton gosip selebriti yang lagi kawin cerai. ada seorang pemudi yang rela lari rumah
orangtuanya setelah mendapat ole-ole gosip dari kekasihnya. ada pemuda di kampung yang rela merantau ke
kota tanpa bekal skill memadai, setelah menerima kiriman paket gosip dari
kenalannya.
cukup? ternyata
tidak. ada juga pejabat pemerintah yang kepicut menilep anggaran negara hanya
untuk mencari sensasi biar menjadi objek gosip, katanya, untuk menaikkan
popularitasnya.
ah jadi maniak
gosip memang punya sensasi rasa
tersendiri. masih banyak fakta lain yang membuktikan, gosip merupakan menu
pokok setiap pagi masyarakat di negeri ini.
bagi anda yang
merasa bukan maniak gosip (saya ragu kalau ada yang mengaku bukan maniak
gosip), jangan protes dulu. saya hanya mau menunjukkan fakta supaya anda tidak
asal menuduh, saya atau para maniak gosip ini sudah gila atau rada-rada aneh
dan nyeleneh.
ketika anda yang
merasa bukan maniak gosip menemukan terlalu banyak penganan gosip yang dijajakan di warung atau
pasar-pasar di dusun dan kampung, atau
yang berseliwerang di super market di kota-kota besar, anda tak perlu
berteriak, apa lagi marah-marah. nanti
anda dikira stres atau gila.
cukuplah kalau
tak suka gosip dan tak mau jadi objek gosip, anda cukup melarang keluarga,
agar tidak berlangganan menu gosip
setiap pagi. atau jangan memberikan
anak anda uang, untuk jajan gosip
di sekolah atau di kampus. begitu juga
ingatkan istri anda, untuk tidak
menghambur uang hanya untuk berbelanja gosip.
tapi bila anda
tak sanggup melarang keluarga anda, mungkin sebaiknya anda harus legawa dengan
keadaan. jalan kompromi barangkali menjadi pilihan yang lebih bijak untuk
melihat realita bahwa, gosip telahmenjadi bagian penting bagi masyarakat di
negeri ini. hidup memeng tak nikmat rasanya tanpa bumbu-bumbu gosip.
kita juga harus
menerima kenyataan, bahwa hidup kita
sudah digempur dengan aneka jajanan gosip yang memikat mata dan mengundang
selera rasa. harganya pun sudah semakin terjangkau. tak perlu anda capek-capek
mencarinya. dia akan datang menawarkan diri.
langsung ke rumah anda, ke kantor, atau dimanapun tempat anda singgah.
Ah mungkin kita
memang harus lebih keras berteriak. Atau
barangkali diam mungkin menjadi pilihan yang lebih realistis, ketika
sudah tak lagi ada kewarasan. tapi antara teriak dan diam, terkadang terselip
juga banyak ketakwarasan yang samar. apa
lagi hanya memilih untuk berteriak atau sebaliknya hanya diam. seperti buah
simalakama. serba dilematis memang. (**)
0 komentar:
Posting Komentar