Rabu, 08 Agustus 2012

Dunia Kita Penuh Dengan Kesibukan

Dunia Kita Penuh Dengan Kesibukan

 
Sibuk karena habis waktu, atau habis waktu karena sibuk?

Oleh: Muhammad Baran 

Dunia kita penuh dengan kesibukan. Dan kita sebagai penghuninya, berpacu senantiasa dalam pusaran kesibukan yang sebenarnya kita ciptakan sendiri.

semenjak pagi hingga larut malam, semua kita berlomba. Tanpa jedah. tak kenal kata "berhenti". semua kita berpacu dengan waktu.

Bagi kita, "waktu adalah uang". waktu bagi kita adalah ladang. Untuk mereguk dan menguasai. bila perlu, waktu merupakan kesempatan merenggut apa yang bisa direguk. Dari dunia yang serba sibuk ini.

coba lihat. di sudut kota-kota besar. keramaian dan kesibukan seakan tak mengenal batas. ketika fajar subuh baru saja merekah, hingga malam yang melela. jalan raya masih penuh sesak dengan aneka jenis dan merek kendaraan. kemacetan terjadi di mana-mana. konon warga kota menghabiskan separu waktu hidupnya di jalanan yang macet itu.

tahukah kita, penyebab dari semua kesibukan yang  seakan tanpan jedah ini? tak lain adalah  berubahnya orientasi hidup kita di zaman kini. orientasi yang menggiring paradigma pikir kita  untuk memenuhi kebutuhan hidup (tepatnya kesenangan) hidup dengan materi.

maka menjadi hal yang lumrah manakala kita menemukan pola hidup hedonistik masuk dan merasuk hidup kita. kita yang mengklaim diri sebagai manusia moderen ini. Manusia yang menjadikan meteri sebagai tujuan akhir hidup.

Kita mengkultuskan materi. hingga pada titik yang teramat nadir, materi kita jadikan tuhan yang kita puja. sehingga tuhan yang sesungguhnya kehilangan jejak dari hati dan pikiran kita. tuhan tak kita sujudi lagi.

kita terlalu (bahkan teramat sangat) sibuk. sehingga urusan dengan tuhan yang sesungguihnya, menjadi prioritas yang kesekian. akhirnya kita kebingungan ke arah mana biduk kehidupan ini hendak kita labuhkan..

yah inilah kita. Kita yang menganggap, urusan dengan tuhan hanya membuang waktu kita, menghambat kerja kita untuk mengumpulkan materi.

akhirnya, titah tuhan untuk menjalani hidup dengan petunjuknya, kita campakkan di keranjang sampah. kita terlanjur mengimani pepatah, "Kebutuhan kita tanpa batas, sementara Alat pemuas kebutuhan terbatas, ". Pepatah yang menyesatkan hati dan pikiran kita

Norma-norma tak lagi laku di pasar perdagangan hidup yang hanya menawarkan kesenangan materi. kebersamaan dan kekeluargaan, hanyalah bualan para penjual obat di pasar bebas dunia yang serba sibuk menghitung untung-rugi. ah kasihan sekali kita ini....(**)

0 komentar:

Posting Komentar