Senin, 09 April 2012

Bukan dengan Kun Fayakun

Bukan dengan Kun Fayakun

Oleh Muhammad Baran

Diperlukan waktu bermiliar-miliar tahun untuk menciptakan seorang manusia. Tapi diperlukan hanya beberapa detik untuk mati. Demikian kata-kata Jostein Garder dalam salah satu novel filsafatnya, Maya-Misteri Dunia dan Cunta.

Tuhan tak menciptakan sesuatu hanya dengan mengatakan kun fayakun. Semesta yang terhampar  yang begitu luas dengan miliaran galaksi dan diisi miliaran tata surya. Bahkan bumi yang merupakan setitik debu dari hamparan kosmik ciptaann-Nya ini terlalu rumit kalau tercipta hanya dengan kalimat kun fayakuun.

Kalau sekiranya Tuhan mencipta hanya dengan menggumam mantra “sakti” ini, lalu pelajaran apa yang bisa dipetik dari proses penciptaan yang maha rumit lagi dahsyat ini? Jawabannya adalah “tiada” dan memang tak akan ada. Kita tahu, selain  semesta yang penuh misteri, manusia adalah salah satu hasil cipta karya Tuhan yang kompleks. Manusia tercipta juga tidak dengan kun fayakun. Proses penciptaannya paling tidak butuh waktu sembilan bulan sepuluh hari.

Tuhan menciptakan manusia menjadi makhluk. Dilengkapi dengan perangkat canggih. Tapi apa yang bisa terkuak dari proses penciptaan manusia? Hanya sebagian kecil. Bahkan manusia hingga kini masih menjadi makhluk yang misteri. Makluk yang belum sepenuhnya dikenal secara utuh. Lalu bagaimana dengan semesta yang lebih rumit?

Tuhan bukanlah tukang sulap yang mengubah kertas tisu  menjadi merpati dalam sekedip mata, dengan hanya memukulkan tongkat ajaibnya sembari merapalkan mantra simsalabim abdakadabra. Bukan, sama sekali bukan. Tukang sulap tak pernah mengajak penontonnya memahami fenomena “ajaib” dalam adegan sulapnya. Bahkan tak ada pelajaran yang bisa dipetik dari mekanisme tipuan itu.

 Tuhan tak menipu. Dia menjabarkan rahasia-Nya (kita mengatakan rahasia karena kita belum mampu menguaknya) dengan meninggalkan aneka kata tanya di benak kita. Kita disuruh  untuk berusaha menguak dan  menemukan misteri dari setiap jengkal ciptaan-Nya.

Dengan sepenuh-penuh kebesaran dan keagungan-Nya, Dia mencipta semesta dengan  sistem yang rumit dan mungkin saja melalui proses panjang yang belum mampu dicerna oleh logika sehat manusia. Yang bisa kita lakukan adalah terus berusaha mengasah kemampuan logika untuk menemukan setitik cahaya pengetahuan yang bisa dijadikan penerang di tengah remang lorong kegamangan kita.

Tapi Tuhan-meski belum mampu terjangkau indra dan segenap kelengkapan teknologi kita- dengan segenap wewenang keilahian-Nya, tak menjadikan diri-Nya terhijab oleh petak-petak status dan batas-batas strata. Dia tak mengenal kelas sosial. Tuhan adalah Rabb (guru). Dia menghadirkan dirinya dalam setiap realitas untuk mengajak serta manusia merasakan lebih intim akan kehadiran-Nya. Dalam setiap detik  jam waktu, juga detak jantung kehidupan, kita dilibatkan-Nya.  Tuhan sesungguhnya merealitas dalam setiap jengkal semesta. Entah semungil atom, proton, neutron dan yang lebih mungil dari itu, atau sebesar matahari, bintang, galaksi dan yang lebih besar dari itu. Dia mengajak kita membaca tanda dalam setiap langkah. Bukankah Dia sudah mengatakan,”Sungguh kami ciptakan langit-bumi, menggilir siang-malam sebagai tanda bagi mereka yang berakal (untuk berpikir)?.”

Alam raya yang mengagumkan ini, manusia yang penuh misteri ini, dan juga segenap maha karya yang terhampar, adalah dalil sahi akan eksistensi-Nya. Ruang yang sempit, waktu yang singkat, dan materi yang fana tak mampu untuk benar-benar  bisa memahami mekanisme kerja-Nya. Kita butuh dunia lain untuk memahaminya. Tapi dunia yang seperti apa?Logika kita yang terbatas fungsi ini tak cukup daya. Ia hanya salah satu (kalau enggan mengatakan satu-satunya) alat bantu yang sepanjang ini bisa digunakan. Sayangnya logika tak bisa dipisahkan dari kontaminasi ruang yang sempit, waktu yang sesaat, dan materi yang fana itu. Bahkan logika tercipta dari impuls-impuls ruang, waktu dan materi itu sendiri. Lalu bangaimana ia bisa melukiskan Tuhan yang berada di luar jangkauan ruang, waktu dan materi yang-sekali lagi-sempit, sesaat, dan fana ini?

Kita butuh sesuatu di luar itu. Kita butuh sesuatu yang spiritual.Sesuatu yang jauh dari jangkauan ruang, waktu, dan materi untuk mampu menangkap dan mengungkap misteri yang menggelitik ini. Tapi dimanakah itu? Saya tak punya cukup ilmu untuk menjawabnya. Tapi jangan berhenti sampai d situ. Mari sama kita mencari-Nya!.(**)

2 komentar: