Rabu, 23 Januari 2013

Prasangka

Prasangka*

Oleh: Muhammad Baran

Kita biasa mendengar kata prasangka. Bahkan kita sering kali mengulang kata itu dengan lidah kita sendiri dengan mengatakan, "Jangan berprasangka." Tapi tahukah kita apa makna sakral dibalik kata itu?

Kata orang (saya tidak punya definisi sendiri), prasangka adalah pandangan, persepsi atau anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu, sebelum mengetahui (menyaksikan, menyelidiki) sendiri secara pasti kebenarannya. Intinya, yang namanya prasangka, kita cenderung memahaminya sebagai persepsi atau pandangan negatif.

Menurut hasil penelitian orang (karena saya belum perna melakukan penelitian) Tidak kurang dari 80% manusia berprasangka. Dan salah satunya mungkin anda.

Yah, hidup kita ternyata dipenuhi prasangka. Berserakan dimana-mana. Bahkan hidup ini, kita lewati dengan bertemankan prasangka. Jangankan kepada meraka  yang selama ini kita klaim sebagai yang ter-cinta, bahkan Tuhan pun kita prasangkai (wah, kurang ajar betul kita ini).

Lalu, bagaimana dengan  orang yang selama ini kita anggap musuh, atau lawan politik, atau seteru abadi dalam hal memperebutkan cinta misalnya? Ah Saya pun  tak tega membayangkannya.

Maka jangan heran bila terjadi perseteruan dimana-mana karena dilatarbelakangi prasangka. Dalam kehidupan bermasyarakat misalnya, ada penganut agama tertentu yang marah-marah dan membakar rumah ibadah penganut agama lain, karena prasangka.  Dalam kehidupan bernegara, masyarakat berusaha melengserkan penguasa dari tumpuk kekuasaan, ini juga karena prasangka.

Begitu juga dalam kehidupan  rumah tangga, ada suami yang tega menceraikan istriya hanya karena prasangka. Bahkan di dunia muda-mudi, seorang cowok berani menganiaya ceweknya, itu juga karena prasangka kan? Ini realita  kehidupan kita hari ini. Tak bisa kita mengingkarinya, selain hanya bisa berusaha menginsyafinya.

Terngiang  sebuah kata bijak, yang saya sendiri lupa dimana menyimaknya, mengatakan begini: "Lebih muda seseorang membakar rumahnya, dari pada membakar prasangkanya."

Yah, prasangka menjadi persepsi hidup atau pandangan hidup, atau kalau mau yang lebih khusuk lagi, prasangka juga telah menjadi keyakinan hidup. Betapa banyak kita yang menjadikan prasangka sebagai keyakinan atau iman dalam hidupnya. Dan kalau sudah berbicara keyakinan, apa lagi yang lebih tinggi dari itu?

Jika demikian, ketika yang negatif atau yang salah dijadikan persepsi hidup, atau pandangan hidup atau bahkan diimani sebagai kebenaran, apa yang bisa kita perbuat? Yang bisa kita perbuat hanyalah berdoa, sembari berharap Tuhan sudi berdamai dengan kita. (**)

*Tulisan ini hanyalah refleksi pribadi penulis belaka. Jika anda merasa isi tulisan ini  sama seperti kebiasaan anda berprasangka , kemungkinan itu hanyalah kebetulan belaka. Kebetulan yang menggelikan. Selamat menikmati sarapan alakadarnya ini. :)

0 komentar:

Posting Komentar