Sabtu, 03 Agustus 2013

Mengenal Adat-istiadat Orang Labala

Berkah-Keramah*

Oleh Hamba Moehammad

Sebagai orang labala, ketika membaca judul tulisan goen di atas, atau ketika mendengar kedua kata (Berkah-Keramah) di atas disebutkan, apa yang terlintas di benak kita?

Sebagai orang labala, yang lahir dan menghabiskan hampir separuh hidup saya (masa kanak-kanak) di lewotanah, maka saya tidak asing dengan istilah "Berkah-Keramah".

Kedua kata tersebut lebih dikenal oleh orang labala sebagai istilah adat. Berkah-keramah menjadi idiom sakral dalam tata laksana adat istiadat orang labala yang memegang teguh tradisi/kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun dari nenek-moyang.

Secara umum, dalam pahaman adat orang labala, berkah-keramah adalah sebutan lain dari nuba-nara (altar persembahan) yang memiliki makna simbolik yang mendalam dan memiliki rangkaian hubungan historis tradisi sebagai orang lamaholot pra islam yang memiliki keyakinan akan kuasa Ina-ama lera-wulan tanah ekan (Tuhan Sang Pencipta langit dan bumi). Dengan adanya sinkretisme antara adat dan agama islam yang menjadi keyakinan baru orang labala, istilah nuba-nara perlahan digantikan dengan istilah yang populer sekarang yaitu berkah-keramah.

Dalam perspektif yang lebih lokal terkhusus orang labala, berkah-keramah bukan sekadar kepercayaan tradisionil,  tapi lebih kepada simbol yang dikonkritkan melalui benda-benda pusaka yang dianggap keramat dan mewakili kekukatan penghubng antara kuasa langit dan bumi yang diyakini bisa menaungi lewotanah dari bala bencana, penyakit, dan nalan (dosa).

Selain dalam bentuk atau wujud benda, berkah-keramah juga berwujud keyakinan akan adanya ruh makhluk yang dikeramatkan. Dari semua klan/suku yang ada di labala hampir semuanya memiliki berkah-keramah entah dalam bentuk benda-benda pusaka peninggalan leluhur lewotanah atau keyakinan adanya kekuatan di luar kasat mata. Berkah-kerama dalam bentuk simbol benda pusaka, biasanya disimpan di rumah adat dan boleh dikeluarkan atau diperlihatkan ketika ada upacara adat seperti trasidisi makan jagung masing-masing kepala suku atau acara tolak-bala.

Sebagaimana lazimnya, berkah-keramah di labala memiliki nama atau julukan yang memiliki makna khusus bagi masing-masing suku. Sebagai contoh, disini saya menyebut beberapa nama berkah-kerama yang dimiliki suku/klan yang ada di labala di antaranya; Nuba laga doni-Wato peni dan Demon gede-Srikati (Suku Labala), Ata jawa gadak (suku Mayeli atulolon), dan Jotena arakian-lima letu naragawa (Suku Mayeli atulangun), serta masih banyak lagi nama berkah-kerama yang dimiliki masing-masing suku di labala.

Meski berkah-kerama merupakan produk tradisi dan budaya orang labala (dan mungkin juga masyarakat lamaholot lainnya), namun dalam perjalanan sejarahnya berkah-keramah mengalami degradasi pemaknaan. Degradasi pemaknaan ini berjalan seiring dengan semakin berkembangnya pengaruh agama islam di labala.

Dengan sendiriya pemaknaan akan makna kata berkah-keramah menjadi lebih netral dimana masyarakat labala kemudian memadukan tradisi dengan agama atau lebih dikenal dengan; adat yang disesuaikan dengan agama, dan agama yang disesuaikan dengan adat dan kearifan lokal . Tujuannya adalah agar antara adat dan agama bisa berjalan berbarengan dan bisa menciptakan harmoni dalam kehidupan masyarakat labala.

Asal kata berkah-keramah

Bila ditelisik lebih dalam, kedua kata (berkah-keramah) tersebut merupakan istilah agama islam yang terambil dari kata "Barakah" dan "Karamah". Barakah yang artinya "Karunia/nikmat Tuhan" dan  Karamah artinya "Martabat /kehormatan/gengsi".

Pemilihan kata dari istilah adat nuba-nara menjadi berkah-kerama untuk orang labala menurut goe adala pemilihan yang sangat kompromistis dan sangat tepat. Mengingat penyebaran agama islam di labala memang di lakukan denga pendekatan persuasif (kekeluargaan) dan damai, bukan dengan cara infasi atau penaklukan. Sebagaimana jamaknya, penyebaran agama dengan pendekatan persuasif dan damai cenderung berusaha mengakomodir (merangkul) kearifan lokal yang  sudah menjadi tradisi yang mapan dan mendarah daging.

Seiring berjalannya waktu, pemaknaan akan makna kata berkah-keramah mengalami transformasi atau bentuk penyempurnaan dalam laku kehidupan orang labala. Orang labala tidak hanya memaknai berkah-kerama sebagai warisan kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestarikan dalam perspektif adat guna menjaga persatuan dan keutuhan sebagai ana-opu ata labala, tapi juga sebagai manifestasi paradigma pikir dalam membangun kehidupan yang lebih beradab dan menjunjung tinggi nilai-nilai kehormatan sebagai ata watan, nilai-nilai martabat sebagai masyarakat muslim yang religius, juga nilai-nilai gengsi (dalam perspektif positif) sebagai komunitas sebuah Kerajaan Islam solor watan lema di kabupaten lembata.

Nilai-nilai positif dari pemaknaan kata berkah (karunia/anugerah Tuhan), dan  keramah (kehormatan/martabat/gengsi) menjadikan orang labala dikenal sebagai manusia yang berwatak keras dan memiliki ego yang tinggi dalam mempertahankan nama besar lewotanahnya. Bahkan untuk nama besar lewotanahnya, orang labala akan sangat tersinggung harga dirinya bila nama labala dan segenap atribut ke-labala-annya dilecehkan. Bagi mereka, Labala adalah harga diri dan kehormatannya.

Meski tak bisa dipungkiri nilai-nilai  berkah-keramah terkadang dimaknai secara '"over dosis" alias melampaui batas oleh orang labala ,sehingga  terkadang pemaknaan yang melampaui batas ini, kerap menimbulkan pergesekan kepentingan di antara orang labala sendiri. Hal inilah yang membuat orang labala secara internal sulit bersepakat, tidak hanya dalam hal-hal prinsip, tapi merembes pada hal-hal yang menyangkut maslahat umum, baik di bidang kemasyarakatan, politik dan pemerintahan, dan meluber ke bidang-bidang lainnya.

Satu-satunya yang bisa membuat orang labala tetap bersatu hingga kini adalah masih kuatnya pengaruh adat yang dijunjung tinggi, meski berbeda bendera partai, baju politik dan kepentingan sektarian. Dengan adat, sebenarnya orang labala masih mau saling menghargai karena merasa sebagai opu-maki, kaka-ari, naan-bine, dan sebagai ana-opu labala. Oleh karena itu, nilai-nilai luhur berkah-keramah kiranya tetap dilestarikan sepanjang memberi manfaat untuk mengikat dan menyatukan orang labala dalam bingkai kebersamaan sebagai sesama orang labala.(**)
=================

*Tulisan ini adalah persepsi saya sendiri sebagai orang labala

0 komentar:

Posting Komentar