Senin, 30 September 2013

Banyak Kegilaan di Republik Ini

Banyak Kegilaan di Republik Ini

banyak sekali kegilaan yang terjadi di negeri ini. kegilaan yang saya maksudkan di sini adalah perilaku yang mengabaikan nurani. perilaku yang mencampakan rasa malu ketika melakukan tindakan atau perbuatan amoral. sikap tega menjadi tren yang sedang populer dan menjadi bahan perbincangan hangat akhir-akhir ini di media.

setiap hari kita disuguhi berita maraknya kejahatan. di jalanan ada pemerasan, pencopetan dan pembunuhan. di rumah ada perampokan, pemerkosaan, dan kekerasan rumah tangga. di kantor ada sogok, suap dan korupsi meraja lela. bahkan di tempat ibadah dan instansi agama marak terjadi pencurian, penipuan dan manipulasi.

nyaris tak lagi tersisa ruang hijau di republik ini untuk menghasilkan oksigen kewarasan. ruang di mana setiap orang sejenak berkontempelasi, mengembalikan ingatan batin, pikiran dan kesadaran spiritualitas dari sifat feodalisme, hipokratis, dan watak lemah. semua ruang-ruang itu terjamah polusi kegilaan yang semakin pekat dan berada diambang batas pencemaran yang nyaris total.

mungkin benar adanya seperti yang pernah di katakan Mochtar Lubis, bahwa orang indonesia termasuk jenis manusia hipokrit, berjiwa feodal, dan berwatak lemah. inilah macam ragam kegilaan  yang menjamah hampir di segala sudut hidup dan kehidupan bangsa ini.

orang indonesia perlahan-lahan mulai meninggalkan karakter aslinya.  sopan santun tak lagi laku dalam pergaulannya. rasa malu sudah dianggap kolot dan ketinggalan zaman. tenggang rasa dianggap kampungan, gotong royong telah diganti dengan gaya hidup nafsi-nafsi. sifat terpuji yang di wariskan leluhur bangsa ini telah dirampok oleh ketamakan dan keserakahan dengan sahwat memiliki sebanyak mungkin modal, nafsu menguasai sebanyak mungkin kursi jabatan  dan pengaruh.

sifat-sifat luhur perlahan luntur, diganti dengan sifat rakus para politikus. sifat santun diganti laku angkuh para pemangku. sifat jujur kian tak mujur, kalah tergusur oleh sifat kemaruk. kita menjadi lebih tamak (loba) dan tak mengenal kata cukup. selalu ingin lebih lagi dan lagi hingga akhirnya menjadi gila. gila kuasa, gila harta, gila penghormatan, dan masih banyak rupa-rupa kegilaan lainnya.

bukankah gila orang-orang yang senang memamerkan kemewahan di tengah-tengah kesengsaraan rakyat yang kelaparan? bukankah gila juga orang yang masih bisa tersenyum bak pahlawan ketika dihujat dan dihukum karena korupsi?

dunia ini memang tak hanya diisi oleh mereka yang ingin hidup waras.  mereka yang gila pun ingin hidup dan menunjukan eksistensinya. maka mereka yang merasa masih memiliki cukup kewarasan, memikul amanat suci untuk mengembalikan kewarasan orang-orang yang tak lagi waras alias gila itu. tapi ini bukan pekerjaan mudah. butuh komitmen dan konsistensi selain modal tenaga, pikiran dan waktu.

pada kadar tertentu, kegilaan juga kadang menjadikan mereka yang merasa masih waras lebih waspada dan punya persiapan menghadapi aneka kegilaan-kegilaan lain yang meraja.

di sini, hidup memang kadang menemukan kegilaanya sendiri. dari kegilaan inilah, hidup menjadi lebih dinamis, lebih riuh, lebih ramai dan penuh warna-warni. dengan demikian, mereka yang merasa masih waras, punya tanggung jawab untuk menyadarkan mereka yang tak lagi waras. berat memang. tapi ini amanat suci.

terkadang memang kita butuh cara kerja dan tindakan gila untuk menghentikan kegilaan. ah serba gila memang. (HM)

0 komentar:

Posting Komentar