Rabu, 09 Mei 2012

Liyan


“Kita adalah Malaikat dengan Hanya Memiliki Satu Sayap……”


Oleh : Muhammad Baran

Kita mungkin jarang menyadari, selain keberadaan aku, ada pula keberadaan aku-aku yang lain (liyan) di luar sana. Ada diri yang lain di luar dari diri kita. Karena diri yang lain atau aku yang lain sesungguhnya adalah bagian yang luput atau mungkin lepas pergi dari kita . Yang mesti dan bisa kita lakukan hanyalah berusaha menemukan  yang lain itu agar kembali menjadi utuh. Menjadi diri yang purna.

Yang lepas dan pergi, tak selamanya benar-benar lepas dan pergi. Dia akan kembali ketika rindu menyadarkannya bahwa ada belahan jiwanya yang lain. Akan halnya diri kita, diri yang lain sejatinya juga adalah diri kita. Maka diri kita-mau dan tak mau-juga adalah kepunyaan diri yang lain. Kita sejatinya adalah satu jiwa, juga satu raga. Hanya mungkin terlahir dari rahim tubuh yang berbeda.

Tapi adakah yang benar-benar berbeda? Kalaupun ada,yang berbeda mungkin itu hanyalah persepsi belaka. Lagi pula persepsi bukanlah tafsiran final dari sebuah pencarian antara diri kita dan diri yang lain itu.  Persepsi hanyalah ikhtiar untuk mencari dan menyatukan diri yang lain itu, diri yang berbeda itu.
Hingga ketika aku menerima kenyataan bahwa  aku yang lain adalah juga bagian yang tak terpisahkan dari aku itu sendiri. Aku yang dengan segenap ketaksempurnaannya kerap menganggap aku yang lain adala rival (lawan) yang mesti dienyahkan , yang mesti disingkirkan dengan cara apapun dari arena seteru dan tikai.

Diri kita, hakikat dan sejatinya adalah  bagian dari diri-diri yang lain itu. Dan hanya akan bisa mesra  dan harmonis ketika diri kita dan diri yang lain  dengan tulus saling menerima untuk bersama menemukan diri yang sejati, diri yang sesungguhnya. Sebagaimana sebuah ungkapan yang mengatakan, “Kita adala malaikat dengan hanya memiliki satu sayap. Untuk bisa terbang, maka kita harus saling merangkul.”

Siapa tak mengenal dirinya, bohong belaka bila mengaku mampu mengenal diri-diri yang lain, menghargainya, dan mampu dengan tulus mencintainya dengan segenap lebih dan kurang-nya. Karena cinta hanya bisa tumbuh dan megejawanta dalam tindak dan tanduk, manakala diri yang satu sanggup mengenal dan menerima diri-diri yag lain-dengan segenap kelebihan, juga kekurangan yang terkandung di dalamnya. (**)

0 komentar:

Posting Komentar