Sabtu, 16 November 2013

Negeri Para Maniak Gosip

delbloggolo.blogspot.com
Oleh Hamba Moehammad

Anda pernah menggosip, atau paling tidak anda pernah menonton tayangan gosip di tv-tv itu kan? Ah anda jangan coba-coba mengatakan tidak. Anda akan dianggap manusia primitif alias manusia prasejarah yang nyasar di zaman kini. Anda bahkan akan ditertawai karena dianggap manusia yang tidak up to date dengan perkembangan gosip terkini di republik ini.

Yah kita adalah makhluk unik di negeri yang diperintah oleh pemimpin-pemimpin yang juga unik. Di negeri yang dihuni spesies manusia langka yang nyaris punah. Manusia penggosip dan penikmat gosip yang andal. lebih tepatnya maniak gosip.

Tidak usa malu-malu. Akui sajalah. dari pejabat negara, sampai rakyat yang paling miskin di pelosok dusun, hampir semuanya punya kebiasaan dan kelihaian menggosip. Untuk yang satu ini sepertinya kita memang dikaruniai bakat alami oleh Tuhan.

"Hari gini, tidak kenal apa itu gosip? tTdak tahu perkembangan gosip terkini? Apa kata nenek?" begitulah barangkali nada meremehkan spesies manusia unik di negeri yang terlanjur menjadikan acara gosip sebagai menu favorit sarapan pagi dan mengidolakan para pelaku gosip sebagai panutan hidupnya ini.

Tapi biar bagai manapun gosip tetaplah gosip. Terkadang meski tanpa menggunakan menu bumbu dan resep andalan, dia selalu punya penggemar sendiri. Memang selalu ada segmentasi penikmat terhadap apa-apa yang bisa dinikmati . Misalnya, ada penikmat olahraga, ada penikmat film. ada juga penikmat rokok, penikmat narkoba, atau penikmat seks.

Anda tidak perlu malu-malu bila termasuk salah satu diantara kategori maniak. apa lagi sampai marah-marah, berunjuk rasa ke kantor DPR atau lapor polisi dengan alasan pencemaran nama baik. Lagian di negeri ini masikah tersisa nama baik?

Begitu juga dengan para maniak gosip. Ada yang menyukai rasa yang pedas bombastis. Ada juga rasa melankoli dengan drama isak tangis. ada juga yang menyukai aneka rasa; manis, asam, asin. Yang terakhir ini mungkin terpengaruh iklan permen di tv. Katanya, biar lebih rame rasanya.

Ada rupa-rupa merek gosip. Ada gosip politik. gosip kehidupan selebriti yang katanya lagi musim kawin-cerai. Ada juga gosip rumah tangga dan masih banyak lagi ragam gosip

Mereka yang punya tv dan punya uang, membuat acara sarapan gosip. Kita hanyalah penonton. Menonton geratis di layar tv. Itu pun kalau kita punya tv. Tapi dengan bakat alami yang dikaruniai Tuhan, kita bisa meniru mereka membuat acara gosip. Kadang rasa gosip kita bahkan bisa bersaing dengan para pemilik acara gosip di tv itu.

Tapi apakah menjadi maniak gosip alias pehobi gosip itu hal yang tercela? Untuk menjawab "ya" atau "tidak", mari kita harus kompromi dulu kawan. Kita harus duduk bersama untuk berembuk guna menyepakati jawabannya.

Di negeri ini (silahkan anda menghitung) jumlah maniak gosip barangkali jauh lebih banyak dari pada maniak narkoba, atau maniak seks. Artinya, prospek masa depan maniak gosip sangat cerah. Anda mungkin bisa mempertimbangkan untuk beralih profesi menjadi tukang gosip.

Berbeda dengan para maniak narkoba atau maniak seks yang cenderung mendapat stigma negatif dari masyarakat yang sok suci di negeri ini, maniak gosip praktis tak menuai kecaman berarti. Bahkan fatwa MUI yang mengharamkan tayangan gosip dan sejenisnya, kalah telak. Fatwa ini ditentang habis-habisan oleh para maniak gosip. Siapa yang bisa mengalahkan selera yang terjajah? Sispa yang mampu membungkam kekuasaan uang dan media?

Persoalan gosip, selain soal life stile atau gaya hidup, gosip juga menyangkut bisnis. Ketika berbicara bisnis, erat kaitannya dengan kebutuhan hidup. Dengan gencarnya bisnis gosip, nilai komersialisasi dari gosip bahkan menyamai (kalau enggan mengatakan melampaui) kebutuhan pokok sehari-hari.

Kadang kita rela atap rumah dibiarkan bocor atau baju sekolah anak dibiarkan sobek asal tidak ketinggalan gosip. Uang deposito di bank nyaris terkuras habis demi mengikuti perkembangan gosip terkini.

Anda tidak percaya? Itu urusan anda. Tapi ini beritanya: ada ibu rumah tangga yang kedapatan selingkuh oleh suaminya setelah menonton gosip selebriti yang lagi kawin cerai. Ada seorang pemudi yang rela lari rumah orangtuanya setelah mendapat ole-ole gosip dari kekasihnya. Ada pemuda di kampung yang rela merantau ke kota tanpa bekal skill memadai, setelah menerima kiriman paket gosip dari kenalannya.

Cukup? Ternyata tidak. ada juga pejabat pemerintah yang kepicut menilep anggaran negara hanya untuk mencari sensasi biar menjadi objek gosip. Katanya, untuk menaikkan popularitasnya.

Ah jadi maniak gosip memang punya sensasi rasa tersendiri. Masih banyak fakta lain yang membuktikan, gosip merupakan menu pokok setiap pagi masyarakat di negeri ini.

Bagi anda yang merasa bukan maniak gosip (saya ragu kalau ada yang mengaku bukan maniak gosip), jangan protes dulu. Saya hanya mau menunjukkan fakta supaya anda tidak asal menuduh, saya atau para maniak gosip ini sudah gila atau rada-rada aneh dan nyeleneh.

Ketika anda yang merasa bukan maniak gosip menemukan terlalu banyak penganan gosip yang dijajakan di warung atau pasar-pasar di dusun dan kampung, atau yang berseliwerang di super market di kota-kota besar, anda tak perlu berteriak, apa lagi marah-marah. Nanti anda dikira stres atau gila.

Cukuplah kalau tak suka gosip dan tak mau jadi objek gosip, anda cukup melarang keluarga, agar tidak berlangganan menu gosip setiap pagi. Atau jangan memberikan anak anda uang, untuk jajan gosip di sekolah atau di kampus. Begitu juga ingatkan istri anda, untuk tidak menghambur uang hanya untuk berbelanja gosip.

Tapi bila anda tak sanggup melarang keluarga anda, mungkin sebaiknya anda harus legawa dengan keadaan. Jalan kompromi barangkali menjadi pilihan yang lebih bijak untuk melihat realita bahwa, gosip telahmenjadi bagian penting bagi masyarakat di negeri ini. Hidup memeng tak nikmat rasanya tanpa bumbu-bumbu gosip.

Kita juga harus menerima kenyataan, bahwa hidup kita sudah digempur dengan aneka jajanan gosip yang memikat mata dan mengundang selera rasa. Harganya pun sudah semakin terjangkau. Tak perlu anda capek-capek mencarinya. Dia akan datang menawarkan diri. Langsung ke rumah anda, ke kantor, atau dimanapun tempat anda singgah.

Ah mungkin kita memang harus lebih keras berteriak. Atau barangkali diam mungkin menjadi pilihan yang lebih realistis, ketika sudah tak lagi ada kewarasan. tapi antara teriak dan diam, terkadang terselip juga banyak ketakwarasan yang samar. apa lagi hanya memilih untuk berteriak atau sebaliknya hanya diam. seperti buah simalakama. serba dilematis memang. (**)

2 komentar:

  1. Tulisan yang mantap sekali kanda..... ckckckck .... muka' juga tulisanku seperti ini, tp kenapa susah sekali heheheh

    BalasHapus
  2. hehehe... makasih opu. Dah berkenan membaca artikel ini. Menulis itu memang butuh ketekunan dan kesabaran. Dan tentu saja referensi kata yang melimpah dengan membaca aneka sumber bacaan.

    BalasHapus