Sabtu, 08 Juni 2013

Perempuan Labala, Perempuan Lamaholot (3)

Jodoh Sampe Hala Hae…

Oleh Muhammad Baran

Nuba kame ata medon
Timedo-medo, ata mete hulen lile..
Nara kame ata susah
Tisusah-susah,  onek mete noi denga
Sebagaimana yang telah saya singgung pada tulisan sebelumnya, karakter dan watak perempuan lamaholot umumnya dibentuk oleh aturan adat yang menuntut para perempuan  untuk mengabdi kepada laki-laki (suami)

Kepatuhan yang nyaris total terhadap adat yang cenderung memarginalkan peran perempuan inilah sehingga dalam hal pengambilan keputusan dan kebijakan, perempuan lamaholot nyaris tak  punya andil. Perempuan hanya berperan di balik layar terutama mengurus  keluarga, merawat dan membesarkan  anak, serta mengatur urusan dapur bila  ada hajatan adat.

Sesuai aturan adat, setelah dipingit dan menikah, kehidupan perempuan lamaholot terlepas dari ikatan keluarganya. Maksud saya, segala hal yang menyangkut tanggung jawab kehidupan perempuan, pihak keluarga  tak lagi memiliki kuasa melakukan interfensi atau campur tangan.  Perempuan lamaholot kini sudah menjadi milik keluarga suami, dan masuk menjadi anggota  keluarga baru suku atau klan suaminya.

Gaku liman sedon, mete pana mai
tiwan leik tepelea….
Towa leik barek, mete gawe mai
Walen lima tewelekot…
Praktis keluarga perempuan berlepas tangan dan menyerahkan  sepenuhnya tanggung jawab anak perempuannya kepada suami dan keluarga suami. Keluarga perempuan  hanya boleh campur tangan mengurus anaknya bila terjadi pelanggaran janji adat atau kesepakatan adat oleh pihak laki-laki  mengenai belis/weli (maskawin)  atau bila terjadi kekerasan fisik kepada perempuan yang melampaui batas yang dilakukan suaminya.

Di sini, keluarga perempuan lamaholot melakukan tuntutan adat atau terpaksa turun tangan  menyelesaikan masalah anak perempuannya. Selain dari persoalan itu, praktis  tak lagi ada wewenang atau otoritas  bagi keluarga perempuan  mencampuri kehidupan keluarga putrinya.

Umumnya perempuan lamaholot kawin dengan laki-laki pilihan orangtuanya. Lebih tepatnya , perempuan lamaholot dijodohkan. Mereka nyaris tak punya pilihan sendiri untuk menentukan pilihan menikah dengan laki-laki mana yang disukainya.

Remaka dako ata suku bela
onek sena tegerenga….
Turu tali ata riansare
Aek geka teberewo…
Sesuai aturan adat, selama para perempuan lamaholot belum bersuami, mereka sepenuhnya berada dalam tanggung jawab orangtua. Maka orangtualah yang paling berwewenang penuh mengatur kehidupan anak perempuannya, termasuk dengan laki-laki mana yang pantas untuk dijodihkan dengan sang anak.

Ini kedengarannya seperti kisah cinta siti nurbaya, namun inilah kenyataan yang harus diterima perempuan lamaholot. Suka atau tidak. Bahkan nyaris dalam tata laksana adat,  perempuan hanya memiliki kapasitas sebagai pelayan atau pelaksana  kebijakan adat. Mereka tidak memiliki wewenang  memutuskan kebijakan adat yang memang menjadi monopoli kaum lelaki.

Peten hala, maan wure bura
Kiden rae tewerekot uma tukan
Sama wato miten lango tukan
Sudi hala. Maan bene-bene
Tudak lau teberenga lango onek
Helon wura bura watan lolon. (**)

0 komentar:

Posting Komentar