Sabtu, 08 Juni 2013

Perempuan Labala, Perempuan Lamaholot (7)


Wata Pirin Sina, Wai Mangko Jawa

Oleh Muhammad Baran

Saya teringat  sebuah lagu daerah lamaholot. Lagu ini sangat popular  tahun 1990-an. Waktu itu saya masih kecil. Masih duduk di bangku SD. Meski judul pastinya saya lupa, tapi isi syairnya meski samar-samar, saya masih ingat. Kalau saya tak salah ingat, lagu ini dipopulerkan oleh penyanyi asal adonara, Wens Kopong.

Makna dari keseluruhan syair lagu ini menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat lamaholot terkhusus perempuan yang ditinggal pergi suami untuk merantau. Dengan bentang alam yang kering karena curah hujan yang minim, memaksa masyarakat lamaholot terkhusus laki-laki lamaholot untuk merantau. Mungkin masyarakat lamaholot bisa dikategorokan perantau yang handal, pejelajah ulung.

Untuk lebih memaknai syair lagu yang menyentuh ini, berikut saya sertakan  keseluruhan isi lagu ini. Harapan saya, semoga kita bisa menghayati dan memahami pesan yang disampaikam.

Lera Helen lodo,
ina Helen woka kuma.
Tobo weli luran tukan
ina tobo golek wato puken
Saya teringat masa kecil dulu. Membayangkan ketika matahari hendak terbenam di balik pundak gunung labalekang. Apa lagi musim kemarau biasanya langit terlihat lebih cerah. Matahari yang terbenam biasanya meninggalkan semburat cahaya warna jingga di kaki langit labala.

Saat-saat seperti ini, inak-inak di labala, kampong kami sudah mulai pulang dari duli pali (kebun) meski masih lelah, mereka kebiasaan petu wata (titi jagung) untuk persiapan makan malam.

Umumnya , sebagaimana yang telas saya ulas pada tulisan sebelumnya, inak-inak di kampong saya  tinggal seorang diri dan membesarkan kami anak-anaknya. Sementara para suaimi pergi merantau ke sabah-malaysia atau di mana saja. Bukan hanya setahun, dua tahun. Para suami ini merantau sampai belasan bahkan puluhan tahun.

Maka hangan heran bila inak-inak ata lamaholot umumnya adalah para perempuan tangguh. Mereka mengambil alih pekerjaan suami dengan bekerja di kebun, pergi penetan untuk membiayai hidup dan sekolah anak-anaknya. Mereka bahkan menjaga kesetiaannya kepada sang suami dengan tetap menunggu dan menunggu.

Tobo taan nani louk,
louk lebo wato lolon.
Peten susah lango gere,
nolo keso noi hala.
Inilah gambaran betapa kehidupan perempuan lamaholot umumnya, terkhusus perempuan labala, kampong halaman saya. Kehidupan yang sangat keras. Alam lamaholot mengajarkan kepada inak-inak kami untuk menjadimanusia tegar. Pantang menyerah pada keadaan deni kelangsungan hidup nuba-naranya. (**)

0 komentar:

Posting Komentar