Sabtu, 08 Juni 2013

Perempuan Labala, Perempuan Lamaholot (5)

Duli Tukan, Pali Lolon

Oleh Muhammad Baran

Ina .. duli tukan lali mai
Ina.. pali lolon haka mai
Pana maan golek duli,
gawe maan gawak pali
Sebagaimana yang telah saya bahas pada tulisan sebelumnya, bahwa kehidupan perempuan lamaholot setelah bersuami mendapat ujian  yang tidak mudah. Apalagi setelah keluarga baru tersebut dilengkapi dengan kehadiran nuba-nara (anak keturunan) menghiasi biduk rumah tangganya. Perempuan lamaholot kemudian mengarungi lika-liku kehidupan yang berat. Bahkan boleh dikata inilah babak kehidupan tersulit yang akan dijalani seorang perempuan lamaholot.
Sebagaimana umumnya kehidupan masyarakat flores, karena tuntutan ekonomi, umumnya laki-laki orang lamaholot setelah menikah, mereka akan meninggalkan anak-istrinya untuk nai doan (pergi merantau). Para lelaki ini umumnya pergi merantau dalam jangka waktu yang lama. Tak hanya setahun atau dua tahun, mereka merantau sampai belasan  bahkan berpuluh-puluh tahun lamanya.

Di sinilah peran seorang perempuan lamaholot diuji dengan lamanya penantian dan kewajiban menghidupi putra-putrinya di lewotanah (kampung halaman). Seorang diri perempuan lamaholot melalui pahit getirnya kehidupan mencari nafkah, merawat dan mendidik anak-anaknya dengan penuh cinta selama sang suami berada di tanah rantau.

Dalam kesehariannya, para perempuan lamaholot kemudian mengambil peran penting yang sebenarnya bukan tugasnya yaitu menjadi kepala keluarga. Dari sinilah  perempuan lamaholot kemudian membentuk  karakter pribadi nan tangguh, kesetiaan kepada suami tiada tara, ketabahan hidup mencari nafkah tanpa batas, rela berkorban untuk nuba-sili (putra-putrinya) yang dititipkan sang suami di pundaknya. Amanah yang teramat sangat berat di pikul bagi seorang perempuan. Di sini kadang saya berpikir, persepsi selamah ini bahwa perempuan adalah makhluk lemah dengan sendirinya terbantahkan.

Nuba…kame tani mayan oh ina
Nara ..kame hutan toen oh ina
Peten mo perohon hala,
Sudi mo pesayang kuran…
Dari interaksi yang intens dengan anak-anaknya  inilah sehingga perempuan lamaholot mewarisi nilai kesetiaan pada pasangan hidup, ketabahan menjalani hidup, kejujuran berperilaku dalam hidup,  serta kerja keras mengubah nasib hidup. Di sini, anak-anak lamaholot dididik oleh guru yang sebenar-benarnya. Anak-anak dididik dengan kasih sayang, cinta dan pengorbanan yang sesungguh-sungguhnya meski dalam keterbatasan. Maka jangan heran, orang flores umumnya dan terkhusus orang lamaholot terkenal sebagai perantau yang jujur dan ulet. Mereka adalah orang-orang terpercaya. Ini bukan bualan, tapi sebuah fakta. Ini adalah buah dari penanaman nilai luhur para inak-inak ata lamaholot nan tangguh itu.

Penanaman nilai-nilai luhur yang intens dan kedekatan emosional yang besar antara perempuan lamaholot dan putra-putrinya inilah menjadikan anak-anak mereka  cenderung lebih menghormati dan menyayangi sosok inak (ibu) sebagai idola dalam kehidupannnya. Mereka menganggap Inak adalah idola yang kata-katanya dianggap keramat.

Orang labala dan juga orang lamaholot umumnya mengenal istila koda dipelate, kiri digelara yang bermakna, petuah dan nasihat atau doa seorang inak (ibu) sangat keramat. Bila tidak diindahkan maka seorang anak bisa celaka dalam hidupnya.

Umumnya anak-anak lamaholot menghormati inak  murni karena kasih sayang dan balas budi atau jasanya mendidik dan membesarkannya. Sedangkan menghormati amak  lebih karena faktor penghormatan sebagai kepala keluarga yang mendapat kedudukan terhormat  di mata adat. Laki-laki dalam adat orang lamaholot memang memiliki kedudukan istimewa. Selain berwewenang mengurus tetek bengek  tata laksana adat, laki-laki juga lebih berhak mengatur urusan rumah tangga.

Meski demikian, karena para kelake  (lelaki/suami) orang lamaholot umumnya perantau selama bertahun-tahun, maka praktis biduk kehidupan rumah tangga dikemudikan oleh  kewae (perempuan/istri) sebagai kepala keluarga selama bertahun-tahun. Di sini, perempuan lamaholot memiliki peran ganda, yaitu selain sebagai ibu rumah tangga, juga sebagai kepala keluarga selama kepergian suami. Mereka mengerjakan tugas yang semestinya menjadi kewajiban laki-laki/suami seperti mencari nafkah dengan bekerja di kebun, mulai dari proses menanam, sampai memetik hasilnya. Belum lagi peekerjaan dapur rumah tangga yang menumpuk, juga tugas mengasuh anak dan aneka pekerjaan lain yang berjibun. (**)

0 komentar:

Posting Komentar