Senin, 09 Desember 2013

Mulutmu adalah Kambingmu (Bukan Harimaumu)

blog-venus-venus.blogspot.com 

Oleh Hamba Moehammad

Ketika menjelang suksesi Pemilihan Umum (Pemilu), kita melihat di berbagai media baik cetak, online, maupun media televisi, Partai Politik (Parpol) peserta Pemilu berlomba-lomba membangun citra diri dengan memperkenalkan diri melalui tayangan iklan. Aneka jargon atau slogan yang apik siap memikat hati kita para penonton atau pembaca berita di media yang bakal menjadi pemilih.

Masih lekat dalam ingatan kita ada slogan "Katakan Tidak Pada Korupsi". Ini jargon iklan salah satu Partpol pemenang Pemilu. Bila tidak ditelisik secara mendalam, kita bisa tertipu dengan jargon politik di atas. Kata-kata terkadang diramu sedemikian rupa sehingga terdengar manis, meski dalam kenyataan, yang ada hanya kepahitan demi kepahitan.

Jargon politik di atas sebenarnya tak memiliki pengertian yang gamblang dan jelas. Maknanya kemunginan sengaja disamarkan untuk menutupi maksud terselubung. Namanya juga juga jargon politik. Orang awam mungkin memahaminya bahwa jargon di atas ingin mengajak kita untuk tidak berkompromi dengan aneka perilaku dan tindakan yang menjurus pada korupsi. Sayang realitanya, begitu banyak kasus korupsi justru dilakukan oleh kader Parpol.

Padahal mungkin saja makna sejati jargon di atas adalah katakan saja "tidak" ketika anda diduga korupsi, padahal anda memang melakukan korupsi. Atau yang lebih gamblang, jargon di atas bisa diubah menjadi, "Katakan saja tidak padahal korupsi" atau anda punya pendapat lain.

Ada lagi jargon "Suara Partai Suara Rakyat" atau "Suara Rakyat Suara Tuhan". Meski mungkin maksud dari jargon ini adalah ingin menjadi pionir dalam upaya menjembatani aspirasi rakyat dan berharap rakyat memberikan mereka kepercayaan untuk memperjuangkan nasib mereka. Rakyat adalah representasi dari keinginan Tuhan untuk memilih pemimpin yang amanah dan bisa membawa kesejahteraan. Sayangnya lagi-lagi, realitanya malah berkebalikan. Hingga saat ini rakyat yang katanya suara Tuhan, kepentingannya malah diabaikan, dianaktirikan, bahkan malah dieksploitasi untuk kemakmuran partai dan pemilik partai.

Tapi kini rakyat sudah semakin melek politik. Mereka sudah belajar dari pengalaman pahit bertahun-tahun bahwa Parpol bukan lagi sarana yang ideal untuk dipercaya memperjuangkan aspirasinya. Kini mereka lebih menjatuhkan pilihan pada sosok atau tokoh atau person yang mereka nilai bisa memperjuangkan aspirasi mereka, tak peduli dari mana asal partainya, sukunya, agamanya atau latar pribadi lainnya.

Jika para pengurus Parpol tak jelih membaca fenomena ini, maka sehebat apapun sihir jargon, tak lagi mempan bagi rakyat yang bosan dikibuli. Rakyat sudah imun dengan serbuan virus-virus jargon politik kotor.

Mereka, para pengurus Parpol harus mencari cara lain untuk merayu hati rakyat yang terlanjur putus cinta dan pengharapan terhadap rekam jejak Parpol. Jika tidak, jargon-jargon malah menjadi bumerang dan menjadi bahan lelucon semata. Kita bisa mengatakan hal ini dengan ungkapan baru, "Mulutmu adalah Kambingmu" dan bukan lagi "Mulutmu adalah harimaumu" karena terkadang "kambing" jauh lebih rewel ketika lapar ketimbang "harimau". (**)

Makassar, 9 Desember 2013

0 komentar:

Posting Komentar