Sabtu, 16 Maret 2013

Generasi Social Media


Generasi Social Media

oleh : Muhammad Baran

Dunia (alam semesta) kita semakin tua, kata orang-orang. Entah sudah berapa  miliar tahun umur semesta sejak awal diciptakan. Para ilmuwan pun berspekulasi, berapa kira-kira  umur dunia yang menurut perkiraan mereka,  berawal dari peristiwa big bang itu.

Tapi sekarang kita memasuki era baru. Sebagian orang menyebutnya, era digital, sebagian lagi menyebutnya era kedigdayaan informasi. Dan masih banyak lagi sebutan untuk menggambarkan zaman yang menuntut seseorang untuk selalu meng-up to date informasi setiap hari agar tak sampai dianggap ketinggalan.

Tapi saya lebih suka menyebutnya dengan  era media sosial (social media). Saya menganggap, generasi kita sekarang adalah generasi yang hidup bergantung kepada media social untuk melakukan komunikasi dan bersosialisasi. Di mana nyaris  tak lagi ada sekat antara urusan privasi dengan urusan public.

Generasi media social adalah generasi  yang merasa sah-sah saja urusan pribadinya sendiri diketahui orang banyak. Di sini, ada rasa kebanggaan tersendiri. Tanpa risih dan rasa malu. Atau sepertinya kata “malu’ memang sudah terlalu purba dan ketinggalan zaman, maka sebaiknya dicopot saja dari perbendaharaan kamus berbahasa kita.

Saya curiga, jangan-jangan manusia di zaman kita ini sudah tak bisa lagi membeda antara urusan privasi yang menjadi hal yang rahasia, dengan urusan publik yang  boleh menjadi bahan kunsumsi khalayak. Atau jangan-jangan pula, generasi kita saat ini adalah model generasi baru yang sudah diformat oleh kemauan dan keinginan zaman, dimana persoalan privasi bisa menjadi konsumsi public selama itu bernilai komersial.

Maksud saya, selama persoalan atau urusan personal yang sangat pribadi bisa mendatangkan keuntungan materi dan ketenaran, maka sah-sah saja mereka mengeksploitasi diri, atau menawarkan diri untuk menjadi objek ekploitasi pihak lain asalkan asyiknya ramai-ramai. Ah Ini hanya sekadar kecurigaan. Bisa saja saya keliru menaruh curiga.

Cobalah kita tengok sekarang, ketika kesadaran ruang privat  makin tinggi,  media social yang merupakan produk kemajuan justru bagaikan kompensasi lebay atas pembatasan diri  di ruang public yang serba konpleks.

Di sini, sebagai mana kata para pengamat media,  media social bukan untuk kepentingan social, melainkan kepentingan personal. Media social  telah menjadi “The personal is political”. Media social telah menjadi arena pribadi untuk mensosialisasikan ke-egoam diri.

Cobalah tengok aneka obrolan dan kabar berita  di dunia maya terkhusus  media social seperti facebook, twitter dan sebangsanya.  Kita lebih banyak disuguhi informasi  yang sebenarnya adalah persoalan  yang amat sangat pribadi.

Mulai dar urusan rumah tangga yang berantakan,  asmara yang bertepuk sebelah tangan, sampai kepada aneka caci maki yang kasar,. Semua  terpampang  dengan jelas. Lagi-lagi tanpa risih dan rasa malu.

Tapi inilah dunia kita sekarang. Dunia yang tak lagi menggunakan sekat.  Tak ada lagi areal rahasia. Tirai yang selama ini digunakan  untuk melindungi sesuatu yang dianggap tabu, telah tersingkap tanpa sisa. Semua orang bebas melihat dan memberi nilai (harga).

Maka anda yang berlagak sok suci, jangan pernah coba-coba melarang, apa lagi marah-mara, bila ada orang yang mengumbar rahasia pribadinya, di media sosial. Selain anda memang tak punya wewenang melarang, anda akan di cap sebagai manusia primitive, yang terlambat meng-up to date informasi.

Dunia kita barangkali memang sudah tua. Saking tuanya, sehingga pandangannya memang benar-benar sudah merabun. Dia tak bisa lagi membeda yang privasi dengan yang public. Semua ukuran dan standar nilai sudah diformat baku. Semuanya  menjadi relative. Sementara yang mutlak  benar-benar  sudah terlanjur jauh dan tak bisa lagi dijangkau. (**)

0 komentar:

Posting Komentar