Senin, 18 Maret 2013

Negeri Para Maniak Gosip (2)



Negeri Para Maniak Gosip (2)

Oleh: Muhammad Baran


di negeri ini (silahkan anda menghitung) jumlah maniak gosip  barangkali jauh lebih banyak dari pada maniak narkoba, atau maniak seks. artinya, prospek masa depan  maniak gosip sangat cerah. anda mungkin bisa mempertimbangkan  untuk beralih profesi menjadi tukang gosip.

berbeda dengan para maniak narkoba atau maniak seks  yang cenderung mendapat stigma negatif dari masyarakat yang sok suci di negeri ini, maniak gosip  praktis tak menuai kecaman berarti. bahkan fatwa MUI yang mengharamkan tayangan gosip dan sejenisnya, kalah telak. fatwa ini ditentang habis-habisan oleh para maniak gosip. siapa yang bisa  mengalahkan dan mampu membungkam  kekuasaan uang dan media?

persoalan gosip, selain  soal life stile atau gaya hidup,  gosip juga menyangkut bisnis. ketika berbicara bisnis, erat kaitannya dengan kebutuhan hidup. dengan gencarnya bisnis gosip, nilai komersialisasi dari gosip bahkan menyamai (kalau enggan mengatakan melampaui) kebutuhan sandang, pangan dan papan.

kadang kita rela atap rumah dibiarkan bocor atau baju sekolah anak dibiarkan sobek asal tidak ketinggalan gosip. uang deposito di bank  nyaris terkuras habis demi mengikuti perkembangan gosip terkini.

anda tidak percaya? itu urusan anda. tapi ini beritanya: ada ibu rumah tangga yang kedapatan selingkuh  oleh suaminya setelah menonton gosip selebriti yang lagi kawin cerai.  ada seorang pemudi yang rela lari rumah orangtuanya setelah mendapat ole-ole gosip dari kekasihnya.  ada pemuda di kampung yang rela merantau ke kota tanpa bekal skill memadai, setelah menerima kiriman paket gosip dari kenalannya.

cukup? ternyata tidak. ada juga pejabat pemerintah yang kepicut menilep anggaran negara hanya untuk mencari sensasi biar menjadi objek gosip, katanya, untuk menaikkan popularitasnya. 

ah jadi maniak gosip  memang punya sensasi rasa tersendiri. masih banyak fakta lain yang membuktikan, gosip merupakan menu pokok setiap pagi masyarakat di negeri ini.

bagi anda yang merasa bukan maniak gosip (saya ragu kalau ada yang mengaku bukan maniak gosip), jangan protes dulu. saya hanya mau menunjukkan fakta supaya anda tidak asal menuduh, saya atau para maniak gosip ini sudah gila atau rada-rada aneh dan nyeleneh.

ketika anda yang merasa bukan maniak gosip menemukan terlalu banyak  penganan gosip yang dijajakan di warung atau pasar-pasar  di dusun dan kampung, atau yang berseliwerang di super market di kota-kota besar, anda tak perlu berteriak, apa lagi  marah-marah. nanti anda dikira stres atau gila.

cukuplah kalau tak suka gosip dan tak mau jadi objek gosip, anda cukup melarang keluarga, agar  tidak berlangganan  menu gosip  setiap pagi. atau jangan memberikan  anak anda  uang, untuk jajan gosip di sekolah atau di kampus. begitu juga  ingatkan istri anda, untuk tidak  menghambur uang hanya untuk berbelanja gosip.

tapi bila anda tak sanggup melarang keluarga anda, mungkin sebaiknya anda harus legawa dengan keadaan. jalan kompromi barangkali menjadi pilihan yang lebih bijak untuk melihat realita bahwa, gosip telahmenjadi bagian penting bagi masyarakat di negeri ini. hidup memeng tak nikmat rasanya tanpa bumbu-bumbu gosip. 

kita juga harus menerima kenyataan,  bahwa hidup kita sudah digempur dengan aneka jajanan gosip yang memikat mata dan mengundang selera rasa. harganya pun sudah semakin terjangkau. tak perlu anda capek-capek mencarinya. dia akan datang menawarkan diri.  langsung ke rumah anda, ke kantor, atau dimanapun tempat anda singgah.

Ah mungkin kita memang harus  lebih keras berteriak. Atau barangkali diam  mungkin  menjadi pilihan yang lebih realistis, ketika sudah tak lagi ada kewarasan. tapi antara teriak dan diam, terkadang terselip juga  banyak ketakwarasan yang samar. apa lagi hanya memilih untuk berteriak atau sebaliknya hanya diam. seperti buah simalakama. serba dilematis memang. (**)

0 komentar:

Posting Komentar