Kamis, 21 Maret 2013

Perempuan Labala, perempuan lamaholot (2)



Sayang Go Binek e….

Oleh: Muhammad Baran

Sayang go binek e…
Lodo pan adore mai
Welin bala rua, rae raan rokae

pada kesempatan ini, meski sangat terbatas,  izinkan saya  sedikit mengulas tentang peran perempuan lamaholot, khususnya perempuan labala, kampung halaman saya. Peran yang saya maksudkan di sini adalah peran dalam kultur social budaya dan adat sebagai masyarakat lamaholot.

Di sini saya hanya membahas eksistensi dan peran  perempuan lamaholot saat menjelang  dan  dan setelah pernikahannya dengan laki-laki yang kelak menjadi suaminya, dan mengemban tugas sebagai ibu dari anak-anaknya.

Umumnya perempuan lamaholot, termasuk perempuan labala, sebelum berkeluarga, setiap keluarga sudah membekali anak perempuannya dengan keterampilan sebagai seorang perempuan. Keterampilan ini diharapkan menjadi bekal ketika kelak anak perempuan menjadi ibu rumah tangga dalam keluarga suami.

Pai tite hama-hama
soka sele mura rame
Nawo bine tite, maso suku wuun nae


Sebagai mana adat orang lamaholot pada umumnya anak perempuan yang masih kebarek (gadis) diajarkan keterampilan biho behi (memasak), tane tenane (menenun), ola belo atau mula belo (berkebun), hewi atau hewing (menganyam) dan beberapa keterampilan yang menjadi kewajiban seorang perempuan lamaholot sebelum memasuki jenjang perkawinan.

Pekerjaan dapur yang paling utama yang diajarkan inak (ibu) kepada anaknya adalah petu wata (titi jagung). Ritual petu wata ini merupakan ritual wajib yang harus dipelajari seorang anak gadis orang lamaholot. 

Selain petu wata, keterampilan  wajib lainnya yang dibekalkan inak kepada anak perempuannya adalah keterampilan tane tenane (menenun/tenun ikat). Hasil dari keterampilan menenun adalah kewatek (sarung adat perempuan) dan Nowing (sarung adat laki-laki). Kedua keterampilan utama  yaitu petu wata dan tane tenane ini merupakan syarat mutlak  dikuasai sebelum seorang anak perempuan memasuki tahap atau jenjang kehidupan berkeluarga.

Sayang, sayang go bimek e... sayang go binek e.
gelekat suku wuun moe.
Gelekat maan sare-sare, ake maan onem kuran.


Anak perempuan orang lamaholot juga sejak dini diajarkan untuk pintar ola belo atau mula belo duli-pali (bercocok tanam) di kebun. Keterampilan bercocok tanam ini sangat penting mengingat ini merupakan salah satu pekerjaan pokok perempuan lamaholot yang umumnya di tinggal pergi kelake (suami) ketika merantau.

Begitu juga, anak perempuan lamaholot juga harus bisa hewi atau hewing (menganyam). Umumnya keterampilan menganyam ini akan menghasilkan keterampilan menganyam oho (tikar) sebagai alas tidur, Pelira atau kesali (penampih) untuk menampih beras padi atau beras jagung, dan aneka mawa (baskom) atau tempat yang digunakan untuk menyimpan hasil panen atau benih dalam jangka waktu yang panjang. Semua kerajinan anyaman ini menggunakan bahan dasar koli lolon (daun lontar) yang sudah dikeringkan.

Demikianlah beberapa keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh perempuan lamaholot sebelum mengarungi bahtera kehidupan bersama suami dan keluarga besar suku atau klan suami. Bila keterempilan dasar ini tidak dikuasai maka kemungkinan perempuan akan kewalahan dalam mengurus kehidupan rumah tangganya.

Pana gawe maan sare
Hukut kame naam ia…
Tobo napun bala, binek goe retero kae.. (**)

0 komentar:

Posting Komentar