Senin, 18 Maret 2013

Kenapa Rumah Tuhan Tak Satu Saja


Kenapa Rumah Tuhan Tak Satu Saja?*

Oleh: Muhammad Baran

Kita adalah pemilik jiwa yang hangat….

Rasa cinta kepada sesame seharusnya telah terbungkus dengan rapat. Rasa ikhlas kita, tanpa cela bernama pamrih yang bisa mendesak dan merobeknya.

Kitalah manusia  yang pernah mengecap  bahagia bagi diri sendiri dan merasa puas. Kini bahagia itu telah sampai  pada tingkat sempurna. Merasa tanpa merasa. Dimana kita juga merasa, kebahagiaan orang lain adalah juga milik kita,  begitu pula kesedihan dan kesakitan mereka.

Marilah kita bertandang ke rumah tetangga, kenalan atau siapa saja  anak manusia yang terkena musibah. Karena tuhan selalu berada di sana, dekat pada yang sakit. Si sanalah rumahnya.

Kau tahu? Ada hikmat yang harus kita persiapkan sejak kita bertolak untuk melakukan ini…

Sebuah keheningan yang maha itu, dimulai dari hati ita. Itulah sebutan lain dari doa. Setiap jengkal jarak yang kita tempuh akan dikumpulkan oleh malaikat untuk ditabur di ranjang si sakit. Memberikan mereka kekuatan.

Sakit seseorang  juga merupakan sebuah peringtan Tuhan agar kita semakin dekat kepadanya. Bukankah kita beruntung?

Mungkin kita pernah menggerutu;  kenapa rumah Tuhan tak satu saja? Ah sungguh lancing. Tak malukah kita kalau tuhan mendengarkan perkataan dan malaikat mencatatnya? Sebagai ganjaran, mungkin kelak bila waktunya tiba, kita akan tertunda di gerbang surga.  Menunggu kepastian-Nya. Kepanasan dan sendirian.
Tapi mungkin kita bisa berkilah; bekalku sudah lah cukup banyak.  Sambil menunggu gerbang di bukakan, akan kuhabiskan bekalku itu.

Tapi sudah seberapa banyak bekal kita? Apakah sebanyak yang kita pikirkan  dan perbuat? Kalai begitu, pastilah belum cukup.

Kenapa rumah Tuhan tak satu saja? Ah pertanyaan bodoh itu lagi...

Ketahuilah,  dimana si sakit berbaring, di situlah rumah-Nya. Jika Dia hanya berumah satu, tentu kau hapal jalan menuju rumah itu lalu kau akan menjadi sombong dan jauh lebih bisan dari sekarang.

Lalau bagaimana jika si sakit adalah orang yang pernah menyakiti atau mencampakan kita? Apakah kita juga mencampakannya sembari berharap; semoga Tuhan tak ada di sana?

Ah tapi bukankah dengan mengunjunginya, kita meninggikan  derajatnya pula? Bukankah dia sama saja dengan siapa pun yang tengah menderita sakit?

Maka bergegaslah ke rumahnya! Mari berdoalah untuknya. Dan ketika engkau sampai ke rumahnya  dan bertemu dengannya, pasanglah senyum  termanismu. Maka lihatlah…! Seketika rumah Tuhan terbuka. (**)

Tulisan ini Terinspirasi  dari cerpen “Rumah Tuhan” karya AK Basuki. Terbit di harian Kompas (Minggu, 10 Maret 2013)

0 komentar:

Posting Komentar