Kamis, 21 Maret 2013

Bagaimanakah Rasanya Kehilangan?


Bagaimanakah Rasanya Kehilangan?

Oleh : Muhammad Baran

Saya tak perlu menjelaskan seperti apa rasanya kehilangan. Anda tentu tahu seperti apa rasanya. Tergantung seberapa besar peluang kehilangan. Semua orang akan sepakat, kalau kehilangan itu rasanya tak seperti permen. Apa lagi rasanya seperti  ice cream atau biscuit coklat.

Lalu, apa itu kehilangan? Saya punya definisi sendiri tentang kata kehilangan. Kata yang paling saya hindari ini. Kehilangan adalah perpisahan selamanya. Perpisahan yang tak diinginkan. Kemungkinan besar, tak lagi kembali.

Ada banyak macam kehilangan. Kehilangan kesempatan,  kehilangan harga diri, kehilangan jabatan, ada juga kehilangan kepercayaan. Nah  yang terakhir ini terjadi  pada hampir setiap kita yang merasa  memiliki kuasa tanpa batas, akses tanpa halangan dan kemudahan tanpa rintangan.

Intinya, kehilangan berarti, kita berpisah dengan  apa yang ingin kita miliki selama mungkin atau kalau perlu, selamanya. Pada tataran yang gawat darurat, kita menghalalkan segala cara untuk mempertahankannya. Persetan dengan aturan atau norma, tak peduli dengan omongan orang.

Betapa banyak kita telah kehilangan dalam hidup yang serba cepat dan tergesa ini. Barangkali kehidupan yang serba terburu-buru inilah  menjadi salah satu pemicu, orang cepat kehilangan.  Kita lebih cepat memperoleh, dan secepat itu pula kita kehilangan.

Kalau kita kehilangan kehormatan, artinya martabat  kemanusiaan telah kita gadaikan. Begitu juga dengan kehilangan kesempatan. Kata orang, kesempatan itu hanya datang sekali.  Bila kita tidak pandai menangkap kesempatan itu,  dia akan cepat berlalu. Secepat kedipan mata.

Ada lagi satu jenis kehilangan yaitu kehilangan kepercayaan. Apa yang bisa kita perbuat bila kita kehilangan kepercayaan  dari pihak yang selama ini menaruh harap kepada kita? Mana kala kita kehilangan kepercayaan, akibatnya akan sangat fatal.

Dalam rumah  tangga, banyak suami-istri yang kehilangan kepercayaan pasangannya. Maka yang terjadi adalah jatuhnya talak tiga. Banyak anak yang kehilangan kepercayaan orangtuanya . Sebaliknya, banyak orangtua  yang kehilangan kepercayaan anaknya.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, banyak  pemimpin kehilangan kepercayaan  rakyatnya. Coba lihat realita  betapa banyak pejabat dan wakil rakyat  justru kehilangan  kepercayaan konstituennya . Setelah menjadi pejabat Negara, mereka lupa dengan janji-janjinya.

Bila dalam ranah kehidupan yang lebih besar seperti itu kita kehilangan,  maka tunggulah saatnya  kehancuran itu. Bahkan kita sendiri pun terheran-heran, tak menyangka mampu membuat kerusakan sedahsyat ini.

Saya tak perlu mengurai akibat dari  kerusakan ini. Bacalah Koran, tontonlah televisi,  atau berselancarlah di internet. Anda  akan disuguhi  berita ; pemimpin Negara yang kehilangan  kepercayaan rakyatnya.  Maka revolusi, peperangan dan kudeta terjadi di mana-mana.

Bahkan mungkin pada titik kulminasinya, kita barangkali telah kehilangan kepercayaan dari Tuhan. Bila ini terjadi, kita hanya menanti surut sumbu bom waktu datangnya hukuman. Atau mungkin tak kita sadari, Tuhan telah menjatuhkan hukuman kepada kita saat ini.

Maaf, saya tak menakut-nakuti anda. Tapi kita (saya dan anda) saling mengingatkan. Secepatnya kembali ke jalan yang semestinya. Maka prinsip “lebih cepat lebih baik” menemukan konteksnya di sini. Meski untuk itu, kita membayarnya dengan ongkos yang tak sedikit

Hidup  kita memang selalu diperhadapkan pada sekumpulan pilihan. Dan setiap pilihan selalu ada konsekuensi logisnya. Termasuk konsekuensi bakal kehilangan . Apa pun nama, jenis , dan bentuk kehilangan itu. (**)

0 komentar:

Posting Komentar