Sabtu, 16 Maret 2013

Perempuan Labala, Perempuan Lamaholot (1)


Perempuan Labala, Perempuan Lamaholot (1)

Oleh: Muhammad Baran



Prolog

tulisan ini tak sepenuhnya utuh dan spesifik menjelaskan bagaimana eksistensi dan peran perempuan dalam adat dan budaya masyarakat lamaholot. selain karena keterbatasan pengetahuan saya, juga karena dalam menuangkan tulisan ini, saya tak melakukan penelitian (riset) mendalam dan langsung ke semua daerah flores timur dan lembata. tempat di mana orang lamaholot berdiam.

isi tulisan ini  sepenuhnya adalah pengalaman pribadi saya semata.  melihat dan mengamati langsung bagaimana kehidupan  perempuan di kampung halaman saya, Labala. terutama di tiga desa di kecamatan wulandoni yaitu, Labala Leworaja, Labala Mulankere (atakere) dan Labala Luki Pantai Harapan.

sebelum membahas tema utama sebagaimana judul tulisan ini, sekilas saya sedikit saya membahas  bagaimana peran adat istiadat dan budaya Lamaholot yang turut  membentuk perilaku dan watak atau karakter orang lamaholot, terkhusus perempuan lamaholot di labala.masyarakat labala adalah bagian dari rumpun suku bangsa lamaholot yang merupakan rumpun mayoritas di dua kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). kedua kabupaten tersebut adalah Kabupaten Flores Timur (Flotim)  yang meliputi Flotim daratan, pulau solor, pulau adonara dan Kabupaten Lembata.

di sini, saya tidak membahas masyarakat (orang) lamaholot sebagai etnis. karena menurut saya,  ketika berbicara etnis, meski sedikit banyak  berhubungan dengan adat dan kultur budaya sosial orang lamaholot, namun persoalan etnis punya cakupan yang lebih luas. setahu saya, masyarakat lamaholot termasuk dalam etnis Flores. yaitu masyarakat yang mendiami pulau flores mulai dari Kabupaten Manggarai Barat di ujung barat pulau flores, sampai Kabupaten Flores Timur di ujung paling timur pulau Flores. di sini, Kabupaten Lembata, tempat dimana orang Labala berdiam, termasuk dalam etnis Flores.

selain memiliki kesamaan adat istiadat dan budaya sosial, di Kabupaten Lembata, masyarakat Labala juga memiliki bahasa yang sama  yaitu bahasa Lamaholot (Kecuali orang kedang di pantai utara Kabupaten Lembata). perlu diketahui, bahasa Lamaholot merupakan salah satu kelompok bahasa daerah  yang populer di NTT. Bahasa lamaholot merupakan salah satu dari sekian banyak bahasa daerah di NTT dengan jumlah penutur terbanyak.

Karena sebagian besar pranata adat dan kehidupan sosial budaya orang labala memiliki kesamaan dengan sesama orang lamaholot yang lain,  maka saya menganggap (mungkin saja anggapan saya ini keliru) adat dan budaya orang labala bisa menjadi representasi adat dan budaya orang lamaholot di flores timur dan Lembata.

meski barangkali tak bisa dipungkiri, ada beberapa hal dari pranata adat dan kultur sosial orang labala  yang memiliki perbedaan  dengan orang lamaholot lainnya. entah perbedaan itu berupa dialek bahasa lamaholot, kebiasaan  pergaulan, dan juga beberapa aspek lain  yang tak bisa dipungkiri juga berbeda.

selain itu, letak geografis, atau perbedaan agama (iman) dan perkembangan  tekno logi moderen turut mempengaruhi adanya perbedaan itu.  pengaruh agama misalnya,  bisa mempengaruhi tata laksana adat istiadat yang dianggap bertentangan dengan keyakinan agama. begitu juga pengaruh gempuran teknnologi yang melunturkan nilai-nilai yang sudah dianggap sudah ketinggalan.

akan tetapi perbedaan-perbedaan  merupakan hal yang wajar manusiawi dan tak bisa dihindari. kita hanya butuh kepedulian ekstra untuk  tetap mempertahankan dan melestarikan tradisi danbudaya luhur yang kiranya masih relevan  dengan agama yang diyakini, juga kemajuan teknologi yang melesat dengan pesat.

meski demikian, masyarakat labala masih memegang kuat  tradisi adat orang lamaholot. terutama aturan tradisi kawin-mawin, pergaulan  antar sesama suku, bahkan hierarki  tata laksana  pembagian tugas  dalam persoalan agama, masyarakat masih mempertahankan aturan adat. mengenai hal ini saya tidak membahasnya di sini.

Meski agama Islam merupakan agama mayoritas masyarakat Labala, namun di labala, peran adat masih sangat kuat dalam kehidupan keseharian. Bagi masyarakat labala, adat dan agama merupakan dua sisi mata koin yang tak bisa dipisahkan. keduanya merupakan perwakilan dari urusan dunia dan akhirat.  bahkan meski badai tsunami moderenisasi telah menyusup di sela-sela kehidupan masyarakat yang berdiam di pantai selatan Kabupaten Lembata ini, namun talut adat  benteng tradisi orang labala masih terlalu tangguh  untuk dikikis oleh abrasi laut  moderenitas itu. (**)

2 komentar: